Tuesday, October 7, 2014

Sejarah Madrasah Aliyah Program Khusus [MAPK] Atau MAKN Dan Kegemilangan Para Alumninya

Mungkin di antara pembaca ada yang pertama kali mendengar ada sekolah bernama MAPK. Apaan tuh MAPK? Nah, dalam tulisan ini, kita akan bahas tentang sekolah yang sempat menjadi favorit di era 1990-an ini.

MAPK adalah singkatan dari Madrasah Aliyah Program Khusus, yaitu difokuskan untuk jurusan keilmuan Islam. Di kemudian hari, sekolah ini diubah nama menjadi MAKN, yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri.

Sekolah yang sempat bertahan beberapa tahun ini awalnya didirikan untuk mencetak kader para ulama, dosen IAIN, Hakim Peradilan Agama dan pemangku-pemangku jabatan fungsional di bawah Departeman Agama waktu itu.

Mungkin anda pernah mendengar nama Teuku Kemal Pasha, seorang antropolog muda dari Aceh yang sering muncul di televisi atau media. Atau anda baru-baru ini pernah membaca novel yang sangat mencerahkan berjudul “Anak-anak langit” karangan Mohd Amin MS. Mungkin anda juga kenal salah satu anak muda yang sangat dinantikan analisisnya di Indoensia saat ini, seorang pengamat politik muda bernama Burhanuddin Muhtadi, atau anda pernah mendengar Habiburrahman el-sirazy, pengarang novel “Ayat-ayat Cinta” yang sangat terkenal itu. Ada lagi yang saat ini sedang naik daun, beberapa kali muncul dalam wawancara di studio televisi, Norhaidi hasan jebolan Universitas Utrecht Belanda yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ada juga yang samar-samar mulai terdengar seperti Asrorun Ni’am Sholeh yang saat ini menjadi wakil Ketua Komite perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat. Atau jika anda sering mendengar radio (KBR) 68H dalam acara talkshow “Agama dan Masyarakat” yang diasuh Saidiman Ahmad.

Mereka ini adalah sedikit dari sedikit sekali lulusan MAPK/MAKN di seluruh Indonesia , Teuku Kemal Pasha adalah lulusan MAPK/MAKN Aceh, Mohd Amin MS adalah alumni MAPK/MAKN Padang panjang, Sumatera Barat. Burhanudin Muhtadi dan Habiburahman el-Sirazy adalah lulusan MAPK/MAKN Surakarta solo, dan Norhaidi Hasan, orang banjar yang lulusan dari MAPK/MAKN Yogyakarta. Asrorun Ni’am Sholeh yang lulusan MAPK/MAKN Jember. Dan Saidiman Ahmad adalah Alumni MAPK/MAKN Makasar.

MAPK/MAKN merupakan Madrasah setingkat Aliyah dengan progam dan pelajaran khusus yang berbeda dengan Madrasah Aliyah biasa, digagas dan pertama kali oleh menteri Agama Munawwir Sazali pada akhir tahun 1980-an, pada 1988 proyek MAPK/MAKN dimulai dan untuk tahap pertama, dibuka di lima lokasi; Padang Panjang, Ciamis, Yogyakarta, Ujung Pandang, dan Jember. Selanjutnya, MAPK ditambah di lima kota lagi, yaitu di Banda Aceh, Lampung, Solo, (Martapura) Banjarmasin, dan Mataram.

Tidak seperti sekolah milik kementerian lainnya, seperti SMA Taruna atau pelayaran atau pertanian yang sangat terkenal dan eksis sampai sekarang, MAPK justru sangat asing. Maka dengan tidak banyaknya data dan informasi data serta tidak populer Madrasah ini di tengah-tengah Masyarakat, saya memberanikan diri untuk menyebutnya sebuah Proyek Rahasia Kementerian Agama.

Walaupun bukan sekolah kedinasan Milik Kementerian agama, lulusannya dijanjikan dua hal, pertama bisa langsung menjadi pegawai negeri di kemenang atau kuliah di seluruh perguruan tinggi milik kementerian agama tanpa test masuk atau uang pendaftaran dan berhak memilih jurusan yang mereka inginkan.

Apa yang berbeda dengan MAPK/MAKN ini? Menurut kabar berita, MAPK/MAKN merupakan proyek pretisius Munawwir Sazali sebagai menteri Agamawaktu itu. Dengan cita-cita membentuk generasi baru untuk dipersiapkan menjadi pegawai kementerian agama yang lebih profesional dan berwawasan luas serta moderat agar mampu memahami perbedaan pemikiran keagamaan di tengah-tengah masyarakat sehingga bisa mewarnai berbagai wacana perkembangan bangsa dan Negara.

MAPK pun di bentuk dengan keputusan Menteri AgamaNomor 73 Tahun 1987 , siswa MAPK/MAKN di beri banyak fasilitas seperti asrama dan perpustakaan kitab Kuning, para siswanya diberi uang saku yang pada saat itu dirasa sangat besar, namun semua fasilitas tersebut juga berbanding lurus dengan progam belajar yang sangat padat dan melelahkan.

Tiap Madrasah ini setiap tahun hanya menerima 35-40 siswa, semuanya adalah siswa laki-laki, kecuali di Ciamis dan Padang Panjang dan Surakarta Solo yang menyediakan kelas khusus perempuan. Calon siswa dijaring melalui seleksi yang sangat ketat, siswa diambil dari madrasah tsanawiyah atau pesantren modern. Dengan mata pelajaran Agama 70% dan pejaran umum 30% menjadikan madrasah ini sangat fokus terhadap pembentukan intelektual keagamaan.

Tidak ada hari libur bagi siswa Madrasah ini, kegiatan di mulai dari waktu subuh dan di akhiri pada pukul sepuluh malam, ketika siang hari mereka mengikuti pelajaran agama biasa dengan buku-buku berbahasa arab gundul, kemudian sehabis ashar di lanjutkan dengan toturial sore dengan mata pelajaran kitab-kitab kuning, setelah itu kegiatan malam dari waktu magrib sampai sehabis isya dan dilanjut tutur dari jam setengah sembilan malam sampai jam sepuluh malam, begitu setiap hari kecuali minggu siang, namun minggu siang pun biasanya di isi dengan berbagai kegiatan. Madrasah ini menggunakan tradisi disiplin yang ketat.

Sekolah ini sering juga disebut dengan nama Pesantren Negeri, karena memang mata pelajaran dan kehidupan mereka di Madrasah yang berasrama sangat mirip dengan pelajaran pesantren, dengan kitab-kitab berbahasa Arab gundul.

Para siswa MAPK ditempatkan di asrama yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Setiap bulan, para siswa ini menerima uang saku sebesar Rp. 17.500,-, angka yang cukup besar di awal tahun 1990, tapi sudah tidak bernilai di pasca Krisis Moneter tahun 1997. (sepertinya, pemberian uang saku ini sudah tidak ada lagi saat ini).

Alumni madrasah ini di seluruh Indonesia diperkirakan tidak sampai lima ribu orang, dengan diaspora pendidikan yang sangat luas baik di dalam maupun diluar negeri. ratusan orang dari mereka mengambil kuliah di Timur Tengah, banyak dari mereka juga yang mengambil Master dan Doktor di Eropa, Amerika maupun Australia.

Salah satu data misalnya, seperti alumni MAPK/MAKN Martapura kalimantan selatan yang diperkirakan hanya sekitar 500 orang, tapi  ratusan orang dari mereka bergelar S2 dan puluhan orang sudah bergelar doktor atau sedang mengambil studi doktor, alumni madrasah ini adalah satu-satunya sekolah yang berhasil menghasilkan doktor dan calon doktor didalam dan luar negeri hampir puluhan orang dengan rata-rata dibawah umur 35 tahun diseluruh kalimantan. Saat ini pencapaian gelar S3 ini terus bertambah. Hal seperti ini juga terjadi di seluruh MAPK/MAKN se Indonesia.

MAPK/MAKN merupakan proyek kementerian Agama yang sangat berhasil dalam membentuk generasi baru dunia intelektual sosial keagamaan di negeri ini, sayangnya MAPK/MAKN telah dihapuskan secara resmi oleh Kementerian Agama beberapa tahun yang lalu tanpa alasan yang jelas, yang dapat bertahan sampai saat ini adalah MAPK Surakarta Solo.

Para alumni MAPK/MAKN pun masih sering mengadakan reuni, meski masih dalam Skala sekolah masing-masing, meski sebenarnya akan sangat bagus jika ada satu organisasi untuk menaungi seluruh ikatan alumni MAPK/MAKN seluruh Indonesia.

Seperti dikemukakan diatas, MAPK/MAKN memang sangat asing di telinga banyak orang, dan hal ini juga diperparah dengan dengan jaringan Alumni mereka yang juga sangat dingin dan tidak agresif. Konsolidasi antar mereka sangat lemah. Kita tidak bisa menyamakan dengan konsulidasi alumni mereka seperti alumni sekolah lain.

Dari berbagai sumber
loading...

1 comment:

  1. mengapa madrasah ini kemudian tidak terurus,dan akhirnya mati dan sekarang konon akan dihidupkan lagi mungkin kajian tentang hal ini cukup menarik juga untuk diteliti lebih jauh...syukran

    ReplyDelete

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih