Monday, July 29, 2013

Mengais Hikmah Dari Layang-layang

Sekarang ini sedang musim layang-layang. Aneka layang-layang dan waw indah menghiasi langit setiap sore. Bahkan di waktu malam, puluhan layang-layang berlampu kerlap-kerlip laksana bintang di angkasa.

Kali ini, kita akan berbagi beberapa kisah hikmah dari layang-layang. Semoga bermanfaat dan memberi inspirasi.

Syahdan, ada seorang anak berumur 9 tahun menatapi keelokan layang-layang yang baru saja dibawa sang ayah dari kota. Ukurannya begitu besar, tidak seperti layang-layang temannya. Ada kunciran di sisi kanan dan kiri, dan terdapat ekor yang begitu panjang. Warna-warni kunciran dan ekor layang-layang mengundang keceriaan sang anak.

Setibanya di tanah lapang, sang anak mendampingi ayahnya memainkan layang-layang yang ukurannya lebih besar dari tubuh sang anak. Tiupan angin kencang menerbangkan layang-layang elok ke angkasa. Kunciran dan ekor terus berurai-urai membentuk irama gerak yang begitu indah.

Sesekali, sang anak mencoba berganti posisi dengan sang ayah untuk belajar mengendalikan terbangnya layang-layang. Ia pun berdecak kagum. Matanya berbinar menatapi keelokan layang-layang yang sedang terbang tinggi di angkasa.

“Ayah,” ucap sang anak tiba-tiba. Sang ayah pun menoleh ke arah buah hatinya. “Ayah, andai aku bisa seperti layang-layang. Bisa terbang dengan begitu elok di angkasa sana, sambil memperlihatkan keindahan kepada orang-orang di bawahnya,” tambah sang anak sambil terus menatapi gerak-gerik layang-layang.

Mendengar ucapan itu, sang ayah pun membelai rambut pendek anaknya. “Sebaiknya kamu tidak berandai untuk menjadi layang-layang, anakku!” ucap sang ayah.

“Kenapa, ayah? Kalau saja aku bisa seperti layang-layang, bukankah aku bisa menatap seluruh keadaan di bawah sini,” sergah sang anak penuh tanda tanya.

“Anakku, jangan pernah berandai menjadi layang-layang. Perhatikanlah, walaupun layang-layang berada di tempat yang begitu tinggi, tapi ia tetap di bawah kendali oleh mereka yang di bawah,” jelas sang ayah begitu bijak. ***

Siapa pun kita, dalam optimisme meraih posisi hidup yang lebih baik, tentu ingin selalu berada di tempat yang tinggi. Ingin menjadi leader, sang pemimpin yang disegani, menjadi orang teratas di organisasi, perusahaan, bahkan mungkin negara. Sebuah cita-cita hidup seperti yang diajarkan Alquran, waj’alna lil muttaqina imama, jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa.

Namun, berhati-hatilah ketika optimisme meraih posisi tinggi itu tidak sejalan dengan idealisme dan kemampuan diri yang memadai. Karena kita bisa seperti layang-layang. Berada di posisi yang paling tinggi, sementara sang pengendali ada di bawah.

Ia berada di posisi tinggi karena ada ‘tangan-tangan’ di bawah yang membuatnya tinggi. Keelokannya di ketinggian itu hanya permainan sang ’tangan’ dan tiupan angin.

Layang-layang yang Ambisius
Suatu ketika, sebuah layang-layang membumbung di angkasa, perlahan layang-layang itu menyadari dirinya terbang semakin tinggi. Ketika ia mengangkat wajahnya menengadah ke langit, ia berteriak gembira:

"Yuhuuuuu...  langit yang biru. Aku akan terbang tinggi sampai ke ujung sana...".

Namun tiba-tiba ia merasa bahwa perjalanannya kini agak tersendat dan menjadi berat. Ia tidak bisa bergerak lebih tinggi dan tak mampu maju lebih jauh lagi.

Ketika ia menundukkan kepalanya, barulah ia tahu kalau pemiliknya memegang kuat ujung benang. ia merasa benang itulah yang membuatnya tak bisa terbang tinggi lagi . Layang-layang itu menjadi amat marah.

"Mengapa aku harus terikat...? Mengapa aku tak dilepas saja??".

Demikian layang-layang itu berontak. Karena tak sabar penuh ambisi ingin terus naik ke atas, tiba-tiba tali benang itupun putus. Dan... ternyata bukan kenikmatanlah yang dia rasakan. Sebaliknya, ia kini jungkir balik terbang tak teratur dibawa angin. Angin kencang datang menghempas, dan ia jatuh tersangkut di atas sebatang pohon. Rangka-rangkanya patah. Kertas-kertasnya sobek. Ia kini menjadi seonggok sampah yang tak berbentuk...
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih