Saturday, January 11, 2014

[Air Mata Perpisahan]: Kisah Nyata Akhwat di Gorontalo Yang Membuat Orang Menitiskan Air Mata

Namaku Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani, ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga hari ini masih belum lekang dalam benakku, sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak berani mengambil sikap.

Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri takjub dibuatnya, sebab aku sendiri
menyangka bahwa didunia ini mungkin tak ada lagi orang seperti dia.

Tahun 2007 Silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan namanya, Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu, usia kami terpaut 4 Tahun, yang aku tahu, bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang tuanya, dan juga Rajin ibadahnya.

Tabiatnya seperti itu terbawa-bawa sampai ia dewasa, aku merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan dijalan, sebab sopan santunya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang, geli aku menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…, setiap ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung sama teman-teman seusianya, yaah, pasti kalau dicek kerumahnyapun gak ada, orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”.

Dan memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat Kota Gorontalo, Kak Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah, meskipun kadang sebagian teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak tersalurkan.

Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran ekonomi keluarganya yang pas-pasan, sebab kadang gadis-gadis kampung suka menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa, tapi bagiku sendiri itu adalah hal yang biasa-biasa saja,
sebab aku sendiri merasa bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa, apa istimewanya menghadiri taklim, kuper dan kampunga banget, kadang hatiku sendiri bertanya, koq bias yah, ada orang yang sekolah dikota namun begitu kembali tak ada sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada, Selain bantu orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali kekerja lagi, seolah riang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, kebiosokop kek, ngumpul bareng teman2 kek stiap malam minggunya dipertigaan kampung yang ramainya luar
biasa setiap malam minggu dan malam kamisnya, apalagi setiap malam kamis dan malam minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget disebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.

Waktu terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas dengan kata Pacaran, akupun demikian, aku sendiri memiliki kekasih yang begitu sangat aku cintai, namanya Boby, masa-masa indah kulewati bersama boby, indah kurasakan dunia remajaku saat itu,
kedua orang tua boby sangat menyayangi aku dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami.

Hingga musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal, yah siapa lagi kalau bukan sikuper Kak Arfan lewat pamanku orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu, mendengar penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak
permintaan lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan, dan dengan terang-terangan pula aku
sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby.

Mendengar semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur ke lantai, akupun tak menduga kalau sikapku yang egois itu akan membuat mama shock, baru kutahu bahwa yang menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran dari orang tuanya Kak Arfan, hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu kelabu, aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku boby. Hatiku
sedih saat itu..dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumapaanku dengan boby di rumahku meluapkan kesedihanku, meskipun kami saling mencintai tapi mau tidak mau boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan karena dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangga saat itu.

Tanggal 11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar, aku merasa bahwa pernikahan itu  begitu menyesakkan dadaku, air mataku tumpah dimalam resepsi pernikahan itu, ditengah  senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah yang paling tersiksa, karena
harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bias menahan air mataku, mantan kekasihku boby hadir juga pada resepsi
pernikahan tersebut, Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang harus jadi korban dari semua ini?

Waktu terus berputar dan malam pun semakin merayap, hingga usailah acara resepsi pernikahan kami, satu persatu para undangan pamit pulang hingga sepilah rumah kami, saat masuk kedalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di dalamnya, dan sebagai seorang istri yang
hanya terpaksa menikah dengannya maka akupun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setelah sebelumnya menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku, aku bahkan tak perduli kemana suamiku saat itu, karena rasa capek dan diserang kantuk akupun akhirnya tertidur.

Tiba-tiba di sepertiga malam aku tersentak tak kala melihat ada sosok hitam yang berdiri disamping ranjang tidurku, dadaku berdegup kencang, aku hampir saja berteriak histeris andai saja saat itu atk
kudengar serua Takbir terucap dari lirih dari sosok yang berdiri itu, perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud, perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang saat itu sedang sholat tahajud.

Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah menjadi istrinya Kak Arfan, tapi meskipun demikian aku masih tak bias menerima kehadirannya dalam hidupku, saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, akupun kembali teridur, hingga pukul 04.00 dini hari kudapati suamiku sedang tidur
beralaskan sajadah dibawah ranjang pengantin kami, dadaku kembali berdengung kencang kala mendapatinya, aku masih belum percaya kalau aku telah bersuami, tapi ada sebuah Tanya terbetik dalam benakku, mengapa dia tidak tidur di ranjang bersamakku, kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling gak dia tidur seranjang dengankum itukan logikanya, ada apa ini ? ujarku perlahan dalam hati.

Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami, tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak menginginkannya, gumamku dalam hati.

Hari-hari terus berlalu, dan kamipun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak Arfan bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya, dan aku dirumah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami, dan memiliki kewajiban melayani suamiku, yah minimal
menyediakan makanannya, meskipun kenangan-kenangan bersama boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih merinduinya.

Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami, tapi ternyata yang terjadi hamper setiap malam sejak malam pengantin itu Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani dibawah ranjang atau tidur diatas sofa didalam kamar kami, dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku, jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya, secara lahir dia selalu mafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan, tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit-ngukitnya atau menuntutnya dariku, bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar dan Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyetuhku.

Ada apa dengan Kak Arfan ? apa dia lelaki normal? kenapa dia begitu dingin padaku? Apakah aku kurang dimatanya ? atau ?

Pendengar... jujur merasai semua itu membuat banyak Tanya berkecamuk dalam benakku, ada apa dengan suamiku? Bukankah dia pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan bathin adalah kewajibannya…? ada apa dengannya, padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan dimesjid, begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya, bahkan terhadap akupun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekalipun dia mengasari aku, berkata-kata keras padaku, bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku, tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah bathinku, aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan
membuatku perlahan-lahan melupakn masa laluku bersama boby.

Aku bahkan mulai merindukannya tak kala dia sedang tidak dirumah, aku bahkan selalu berusaha
menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.

Memang 2 hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar, semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga, tapi setelah kubuka, ternyata isinya 5 potong jubah panjang berwarna gelap, 5 buah Jilbab panjang sampai selutut juga
berwana gelap, 5 buah kaos kaki tebal panjang berwarnah hitam dan 5 pasang manset berwarna gelap pula, jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekwensi menikah dengan seorang ustadz, aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya, ternyata dugaanku salah sama sekali, sebab hadiah itu tidak pernah
disentuhnya atau ditanyainya.

Dan kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun, kukenakan busana itu agar dia tahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa, bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti, kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekan
dirumah, tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya, entah mengapa hingga 6 bulan pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku, setiap masuk kamar pasti sebelum tidur dia selalu mengawali dengan mengaji lalu tidur di atas hamparan permadani di bawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam dan melaksanakan sholat tahajud.

Hingga suatu saat, Kak Arfan jatuh sakit, tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi, aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya, seba kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku,
aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya...

Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini, aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..

Malam itu aku tidur dalam kegelisahan, aku tak bias tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak, kudengar kak Arfan pun sering mengigau kecil, mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau, sementara malam begitu dingin disertai hujan yang sangat keras dan angin yang bertiup kencang..kasihan kak arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini, perlahan aku bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas, kupasangkan
selimutnya yang sudah menjulur kekakinya, ingin sekali aku merebahkan diriku
di sampingnya atau sekedar mengompresnya, tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya, hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya, tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya.

Kak Arfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar

”Afwan dek, kau belum tidur ? kenapa ada dibawah ? nanti kau kedinginan ? ayo naik lagi keranjangmu dan tidur lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” Pinta kak Arfan padaku.

Hatiku miris saat mendengar semua itu, dadaku sesak, mengapa kak Arfan selalu dingin padaku , apakah dia menganggap aku orang lain, apa di hatinya tak ada cinta sama sekali untukku, tanpa
kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kulapkan dengan teriakan, hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak bias kubendung juga

”Afwan kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin ? kau bahkan tak pernah mau neyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku ? bukankah aku ini istrimu ? bukankah aku telah halal buatmu ? lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu ? apa
artinya diriku bagimu kak ? apa artinya aku bagimu kak ? kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahi aku ? mengapa kak ? mengapa ?” Ujarku disela isak tangis yang tak bias kutahan.

Tak ada reaksi apapun dari kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang tersedu
itu, yang Nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel didinding kamar kami, hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku:

”Dek…jangan kau pernah bertanya pada Kakak tentang perasaan ini padamu, karena sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu, tetapi tanyakanlah semua itu pada dirimu sendiri, apa saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? Kakak tahu, dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kakak selama ini begitu dingin padamu, sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru kakak kabarkan padamu malam ini, kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya dengan semua ini..?" Ujar kak arfan dengan agak sedikit gugup.

“Iya tolong jelaskan pada saya kak, mengapa kak begitu tega melakukan ini pada saya ? tolong jelaskan kak ?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.

“Hhhhhmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur ? dan apa pekerjaan seorang pelacur ? afwan dek dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak, bahkan seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintainya bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu, dan kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek, kau istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak dengan paksa saat malam pertama pernikahan kita sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat kakak, alangkah berdosanya kakak bila pada saat melampiaskan birahi kakak padamu malam itu sementara yang ada dalam benakmu bukanlah kakak, tetapi ada lelaki lain... Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan
bapakmu, tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kakak melihat dengan mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu Boby, kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak, dan kau ungkapkan pada Boby bahwa kau hanya
akan mencintainya selamanya, saat itu kakak merasa bahwa kakak telah merampas kebahagiaanmu dan kakak yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa, kakak juga mempelajari sikapmu saat di pelaminan, bahwa begitu sedihnya hatimu saat bersanding di pelaminan bersama kakak, lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa yang kau rasakan saat itu, sementara tanpa memperdulikan perasaanmu kakak menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama semenatara kau sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak? Kau istriku dek, sekali lagi, kau istriku, kau tahu..kakak begitu sangat mencintaimu dan kakak akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak, agar kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu, agar kau bias menikmati apa yang kita lakukan bersama, dan Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kakak, dan kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu, beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah yang syar'i, pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata, maka sekarang luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk ALLAH TA’ALAA...  selanjutnya untuk kk..".

Mendengar semua itu aku memeluk suamiku, aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang pernah kujumpai selama hidupku, aku bahkan telah melupakan Boby, aku merasa bahwa malam itu aku adalah wanita yang paling bahagia didunia, sebab meskipun dalam keadaan sakit,
untuk pertama kalinya kak Arfan mendatangiku sebagai seorang suami.

Hari-hari kami lalui dengan bahagia, kak Arfan begitu sangat kharismatik, terkadang dia seperti seorang kakak buatku, terkadang seperti orang tua, darinya aku banyak belajar banyak hal, perlahan aku mulai meluruskan niatku, dengan menggunakan busana yang syar'i semata-mata karena Allah dan untuk menyenangkan hati suamiku, sebulan setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua.

Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia, darinya aku belajar banyak tentang agama, aku menjadi mutarobbinya, hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan, ternyata dia mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan dan dulu aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menolak pinangan dia.

Aku fikir kebahagiaan itu akan berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami berdua, di akhir tahun 2008 kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang,
sebab ka Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut, aku sangat kehilangannya, aku seperti kehilangan penopang hidupku, aku kehilangan keksaihku, aku kehilangan murobbiku, aku
kehilangan suamiku

Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat, yang tidak pernah aku lupakan di akhir kehidupannya kak Arfan, dia masih sempat menasehatkan sesuatu padaku:

 “DEK.. PERTEMUAN DAN PERPISAHAN ITU ADALAH FITRAHNYA KEHIDUPAN, KALAU TERNYATA KITA BERPISAH BESOK ATAU LUSA, KAKAK MINTA PADAMU DEK.., JAGA ABDURRAHMAN DENGAN BAIK, JADIKAN DIA SEBAGAI MUJAHID YANGG SENANTIASA MEMBELA AGAMA, SENANTIASA MENJADI YANG TERBAIK UNTUK UMMAT, DIDIK DIA DENGAN BAIK DEK, JANGAN SIA-SIAKAN DIA, SATU PERMINTAAN KAKAK .., KALAU SUATU SAAT ADA SEORANG PRIA YANG
DATANG MELAMARMU, MAKA PILIHLAH PRIA YANG TIDAK HANYA MENCINTAIMU, TETAPI JUGA MAU MENERIMA KEHADIRAN ANAK KITA, DAN MAAFKAN KAKAK DEK, BILA SELAMA BERSAMAMU, ADA YANG KURANG YANG
TELAH KK PERBUAT UNTUKMU, SENANTIASALAH BERDOA.., KALAU KITA
BERPISAH DIDUNIA INI..INSYA ALLAH KITA AKAN BERJUMPA KEMBALI DIAKHIRAT
KELAK.., KALAU ALLAH MENTAKDIRKAN KAKAK YANG PERGI LEBIH DAHULU
MENINGGALKAN DIRIMU, INSYA ALLAH KAKAK AKAN SENANTIASA MENANTIMU..”

Demikianlah pesan terakhir kak Arfan sebelum keesokan harinya kak Arfan meninggalkan dunia ini, hatiku sangat sedih saat itu…, Aku merasa sangat kehilangan tetapi aku berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman dengan baik…

Selamat jalan kak Arfan..aku akan selalu mengenangmu dalam setiap doa-doaku, Amiin...

* * *

Download juga kisahnya dalam bentuk mp3 di SINI.
 
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih