Tuesday, April 14, 2015

Sejarah Biografi Tun Seri Lanang, Penulis Kitab Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu)

Dalam kajian Filologi nusantara, keberadaan naskah-naskah Melayu lama merupakan bahan kajian primer yang selalu menarik untuk dibahas.

Salah satu manuskrip lama yang banyak dijadikan Referensi atas sejarah melayu lama adalah kitab Sulalatus Salatin [arti letterlijk: silsilah para sultan] yang ditulis oleh Tun Seri Lanang.

Namun hanya sedikit yang mengenal sosok penulis yang pernah menjabat sebagai Bendahara Paduka Raja dan juga Uleebalang Kesultanan Johor Lama & Samalanga (Acheh) ini.

Kesultanan Melayu Melaka dan pewarisnya Kesultanan Johor Lama bukan saja pernah melahirkan sejarah gemilang dengan kelahiran raja-raja yang hebat dan berdaulat besar seperti Sultan Muzaffar Shah, Sultan Mansur Shah dan Sultan Alauddin Riayat Shah, tetapi di tanah ini juga lahir tokoh-tokoh cemerlang dari kalangan keluarga bendaharanya yang turut sama mewarnai lanskap sejarah pemerintahan orang-orang Melayu dahulu kala, dalam peranannya sebagai ‘tempat perbendaharaan segala rahasia raja’ serta ‘memerintah, memberi kebajikan atas bumi yang dilingkari raja itu.’

Dari kalangan keluarga bendahara telah lahir tokoh-tokoh yang berwibawa seperti Tun Perak dan Tun Mutahir, pahlawan-pahlawan Melayu perkasa seperti Bendahara Paduka Tuan dan Tun Jenal, tokoh yang menjadi pelopor budaya Melayu seperti Tun Hassan Temenggong, pengasas silat gayung yaitu Tun Biajid, pujangga Melayu terunggul seperti Tun Isap Misai dan Tun Muhammad atau Tun Seri Lanang, tokoh yang berjasa menyelamatkan marwah Institusi Beraja seperti Raden Anum, Tun Habib Abdul Majid dan Tun Habib Abdul Jalil (kemudian menjadi Sultan Abdul Jalil Riayat Shah IV) dan bayak lagi tokoh lain seperti Tun Khoja Ahmad, Tun Abdul Majid, Tun Ali dan sebagainya.

Bahkan, dari titisan bendahara inilah lahirnya serikandi-serikandi Melayu terbilang seperti Tun Kudu, Tun Fatimah, Tun Che’ Ayu (Serikandi Riau), Tun (Wan) Puteh (Serikandi Mandailing), serta wanita Melayu yang kecantikannya yang melegenda, yaitu Tun Teja.

Ibarat kata pepatah, ‘kalau asal benih yang baik, jatuh ke laut menjadi pulau’, mengkaji sejarah dan latarbelakang Bendahara Paduka Raja Tun Muhammad, atau lebih terkenal dengan julukan Tun Seri Lanang sudah tentu mengingatkan kita kepada bidal lama ini.

Sejarah Tun Seri Lanang
Tun Seri Lanang lahir pada tahun 1565 M di Seluyut, Johor Lama. Semasa hidupnya, beliau adalah bendahara yang mengabdi di masa dua Sultan, yaitu Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Shah II (1570/71-1597 M) dan Sultan Alauddin Riayat Shah III (1597-1615 M).

Sejarah mencatat, Tun Seri Lanang juga pernah menjadi Uleebalang Kenegerian Samalanga, yaitu pemerintah otonomi di sebuah jajahan Kesultanan Aceh Darussalam serta penasihat kepada tiga sultan Aceh yaitu Sultan Iskandar Muda (1607-1636M), Sultan Iskandar Thani (1636-1641M), dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Shah (1641-1675M). Di Aceh sendiri, Tun Seri Lanang bergelar Orang Kaya Dato’ Bendahara Seri Paduka Tun Seberang, karena ia dianggap berasal dari negeri seberang tanah Sumatera (semenanjung).

Bangsa Melayu mengenang Tun Seri Lanang sebagai seorang tokoh sejarah dan pujangga Melayu yang agung. Karyanya yang monumental iaitu kitab Sulalatus Salatin atau yang lebih dikenal sebagai kitab Sejarah Melayu yang menjadi rujukan dan kajian sehingga hari ini telah memahkotakan Tun Seri Lanang sebagai Pujangga Agung Nusantara.

Kemasyhuran kitab Sulalatus Salatan ini dikaitkan dengan perincian sejarah Kesultanan Melayu Melaka yang pernah berdiri sebagai sebuah Negara Melayu yang paling kuat, agung dan kaya pada abad ke 15 M.

Lantaran itu karya tersebut seringkali dijadikan sebagai objek kajian dan menjadi dokumen sejarah yang menggambarkan antara lain kelahiran kerajaan Melaka yang bersamaan dengan kamajian Melayu Islam dan masa-masa keemasannya. Kitab ini juga mengurai perluasan kekuasaan pemerintahnya serta pelbagai aspek dan segala hal tentang kehidupan kesultanan tersebut yang berakhir dengan episode keruntuhannya akibat serangan Portugis pada tahun 1511 M. Dengan kata lain, kitab Sulalatus Salatin merupakan sumber rujukan utama yang bersifat primer tentang sejarah masyarakat dan kebudayaan Melayu awal.

Menurut Profesor Dato’ Dr Mohd Yusoff Hashim, sumbangan terbesar yang dibuat oleh Tun Seri Lanang yang menyusun kitab tersebut berdasarkan titah Yang Dipertuan di Hilir (Raja Abdullah, kemudian menjadi Sultan Abdullah Maayah Shah Johor 1615-1623) adalah :

Kitab Sulalatus Salatin [Sejarah Melayu]
“ Mengetengahkan serta memberi kesadaran kepada masyarakat dunia bahwa bangsa Melayu adalah bangsa yang berperadaban setaraf dengan peradaban-peradaban dunia lainnya di saat itu.“

Dalam hal ini, Tun Seri Lanang bukan saja telah menuangkan jasa yang besar kepada bangsa Melayu sebagai pengarang kitab Sulalatus Salatin atau Sejarah Melayu, malahan dalam peranannya sebagai Uleebalang Kenegerian Samalanga di Aceh, telah meninggalkan jejak yang besar dalam memberi sumbangan kepada pemartabatan agama dan bangsa di sana.

Bahkan, Tun Seri Lanang juga telah meninggalkan warisan keluarga yang cemerlang di kedua-dua Tanah Melayu dan Aceh.

Sampai hari ini Kesultanan Johor, Pahang, Terengganu dan Selangor masih dikuasai oleh zuriat keturunan Tun Seri Lanang. Sedangkan di Aceh, keturunan Tun Seri Lanang dari keluarga dan kaum-kerabat Uleebalang Kenegerian Samalanga telah bersatu darah dengan bangsawan-bangsawan Aceh yang lainnya sehingga melahirkan beberapa tokoh Indonesia yang terkenal seperti Pocut Meuligo-‘Serikandi Aceh’, pejuang bangsa dan negara seperti Amponsyik (Uleebalang) Samalanga Teuku Muda Bugis Teuku Hamid Azwar, Teuku Daud Shah dan Mayjend Teuku Hamzah Bendahara, Teuku H. Zainal Abidin Bendahara dan Teuku H Husen Bendahara.

Sebagai seorang tokoh sejarah Melayu tradisional baik dalam bidang kesusasteraan, politik Melayu / Aceh lama, maupun dalam perkembangan serta pendidikan Islam, sejarah dan riwayat hidup Tun Seri Lanang patut diketengahkan sebagai suri tauladan serta pencetus semangat bangsa dan agama khususnya bagi orang-orang Melayu.

Kronologi biografis Tun Seri Lanang

1565 M
Tun Muhammad atau Tun Seri Lanang lahir di Seluyut dalam Kesultanan Johor Lama
Sekitar 1575-1613 M.

Menjadi bendahara kepada dua sultan bagi kerajaan Johor Lama yang bernama Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Shah II (1570/71-1597M) dan Sultan Alauddin Riayat Shah III (1597-1615M).

13 Mei 1612 M
Tun Seri Lanang menerima titah Raja Abdullah atau yang disebut juga Yang Dipertuan di Hilir untuk mengarang kitab Sulalatus Salatin yaitu pada masa saudara Raja Abdullah, Sultan Alauddin Riayat Shah III sedang bersemayam di Pasir Raja atau Pekan Tua

Mei 1613 M
Semenjak tahun 1613M, Sultan Aceh Darusssalam yang terkenal yaitu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636M) telah membuat serangan ke atas banyak negeri-negeri Melayu termasuk Johor Lama, Pahang Lama, Perak dan kerajaan-kerajaan lainnya, dibuat sebagai strategi Sultan Iskandar Muda untuk menghambat pengaruh dan kuasa Portugis dari kepulauan Melayu serta meluaskan kepentingan kerajaannya yang besar.

Antaranya termasuklah peristiwa Perang Batu Sawar yang melibatkan serangan tentara Aceh atas ibukota Kesultanan Johor Lama. Selesai berperang, Sultan Johor yaitu Sultan Alauddin, Raja Abdullah, Bendahara Tun Seri Lanang, panglima serta orang-orang besar Johor telah ditawan dan dibawa balik ke negeri Aceh.

Sultan Johor kemudian pulang ke Johor sementara Tun Seri Lanang terus tinggal di Aceh sehingga masa kemangkatannya.

1613 M
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam melantik Tun Seri Lanang sebagai Uleebalang Kenegerian Samalanga, yaitu bersifat pemerintah otonomi dalam sebuah jajahan Kesultanan Aceh

Disamping peranannya sebagai Uleebalang Samalanga, Tun Seri Lanang juga telah dilantik sebagai penasihat Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, Sultan Iskandar Thani (putera Pahang yang menjadi Sultan Aceh) dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Shah (permaisuri Sultan Iskandar Thani) dengan gelar Orang Kaya Dato’ Bendahara Sri Paduka Tun Seberang.

Sepanjang tempuh kehidupan Tun Seri Lanang sebagai uleebalang/pemerintah otonomi di Samalanga, beliau telah berjumpa dan bersahabat dengan kalangan alim-ulama Aceh yang tersohor.

Pada masa ini jugalah Syeikh Nuruddin Ar-Raniry (pengarang kitab masyhur Bustanus Salatin) sempat bertemu dengan Tun Seri Lanang, sehingga membawa kepada perhubungan yang erat, saling bertukar ilmu pengetahuan yaitu tentang agama Islam yang dikuasai oleh Syeikh Nuruddin, serta bahasa dan kesusasteraan Melayu yang dikuasai pula oleh Tun Seri Lanang.

Tun Seri Lanang yang memulai penulisan kitab Sulalatus Salatin di Batu Sawar, Kesultanan Johor Lama dalam tahun 1612 M telah meneruskan misi tersebut sepanjang kehidupannya sebagai uleebalang/pemerintah otonomi di Samalanga, Aceh Darussalam.

Dalam peranan sebagai bendahara bagi Kesultanan Johor Lama (yang mewarisi Kesultanan Melaka dari aspek keturunan dan kuasa politik Melayu tradisional), dan kemudian sebagai uleebalang serta penasihat bagi Raja-raja Aceh, pendedahan Tun Seri Lanang kepada kehidupan dalaman istana dua kerajaan Melayu yang terbesar waktu itu sudah tentu telah dimanfaatkan sepenuhnya dalam penulisan kitab Sulalatus Salatin.

Bahkan, persahabatan eratnya dengan alim ulama Aceh, pengkajiannya pada sejarah kedatangan serta perkembangan Islam di Alam Melayu yang kebetulan bermula awal tahun 850 Mi, yaitu di zaman tabi'it tabiin di bahagian Aceh lama seperti Perlak dan Pasai telah memberikan sumbangan yang besar kepada Tun Seri Lanang dalam misi kepengarangannya sehingga berhasil menghasilkan sebuah karya yang monumental.

1659 Masihi :
Tun Seri Lanang meninggal dunia di Samalanga, Aceh. Anak keturunannya sebahagian kembali ke Johor dan ditakdirkan menjadi Raja-raja Melayu khususnya di Pahang, Terengganu dan Johor Moden sehingga ke hari ini.

Makam Tun Seri Lanang telah dipugar dan dijaga oleh pemerintah Indonesia di Samalanga dan senantiasa dikunjungi oleh peminat dan pengkaji sejarah, khususnya dari Malaysia dan Indonesia.

Sumber: Khazanah Bendahara Seri Maharaja (Pahang)
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih