Friday, June 20, 2014

Pembunuhan Kaum Gypsi di Perancis Hebohkan Dunia

Beberapa hari lalu, sebuah foto dari Perancis hebohkan dunia. Seorang pemuda berumur 16 tahun disiksa secara sadis dan kemudian tubuhnya ditaruh di dalam troli belanja sebuah supermarket, lalu dilempar ke pinggir jalan dalam keadaan sekarat.

Dariyus, pemuda Gypsi tersebut diculik dari tangan keluarganya oleh sekelompok orang anti kaum Gypsi. Ia segera dilarikan ke rumah sakit, visum dokter menyatakan bahwa tulang-tulangnya patah dan tulang tengkoraknya banyak yang retak. Foto pemuda tersebut kemudiaan diupload ke media sosial dan mendapat kritikan dari seluruh dunia.

The Telegraf menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan kejadian yang tak bisa ditolerir dan sangat bertentangan dengan dasar negara Perancis.

Pengamat sosial di Eropa menyatakan bahwa kendati  yang menegaskan asas persamaan, persaudaraan dan kebebasan, namun negara Napoleon tersebut masih memberlakukan aturan diskriminatif terhadap 20.000 kaum gipsy yang ada di negeri itu.

Disebutkan, bahwa Pemerintah Perancis telah mendeportasi sekitar 1000 orang gypsi ke wilayah Bulgaria dan Romania sejak pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy memberlakukan aturan keamanan yang ketat.

Peristiwa beradarah yang dialami Dariyus ini mengingatkan masyarakat dunia pada peristiwa serupa beberapa waktu sebelumnya, di mana seorang gadis gypsi berusia 15 tahun diculik dari bus sekolah yang ia tumpangi bersama teman-temannya, kemudian ia dan keluarganya dibuang ke Kosova.

Bercerita tentang kaum gypsi sungguh ironis. Berdasarkan sejarah, bangsa atau kaum Gipsy adalah bangsa yang nomaden yang suka berpindah tempat. Kaum gipsy ini pernah mengalami masa kelam sewaktu kepemimpinan Hitler di Eropa. Hitleh mengkategorikan mereka sebagai salah satu suku yang dianggap “berbahaya” seperti orang Yahudi, Slavia dan kaum homoseksual.

Kaum Gypsi memiliki pandangan hidup yang unik dan tersebar luas di benua benua Amerika dan Timur Tengah. Dewasa ini jumlah mereka diperkirakan mencapai lebih dari 5 juta orang yang tinggal tersebar di setiap penjuru dunia. Gipsi memiliki banyak nama lain, antara lain Gipsy, Gitanos, Tsigani, Cigany, Zigeuner, Sinti, dan Rom. Orang Arab menyebut mereka sebagai Ghajri (الغجري).

Kaum Gypsi memiliki hubungan erat dengan India bagian utara yang pernah ada 1000 tahun lalu. Disinyalir, kelompok ini meninggalkan India dengan alasan yang kurang jelas. Namun sejumlah pakar mengatakan bahwa kaum ini meninggalkan India karena konflik militer yang tak kunjung usai.

Pemuda gypsi yang ditemukan disiksa di Perancis [Maaf jika foto kurang berkenan]
Menurut catatan sejarah orang-orang yang kemudian dikenal dengan orang Rom ini memasuki Eropa sebelum tahun 1300 M melalui Persia dan Turki. Pada awal-awal kedatangan di Eropa hingga jangka waktu yang lama, orang Rom cenderung tidak mau berbaur. Hal demikian bisa dimengerti mengingat latar belakang orang Rom yang dulunya hidup dalam masyarakat India yang terbagi dalam kasta.

Cara hidup orang Rom yang mengisolasi diri dan tidak mau bergaul menimbulkan kecurigaan bagi warga asli. Tidak hanya sebatas curiga warga asli cenderung bersikap antipati. Dalam telusur sejarah telah terjadi banyak diskriminasi dan penganiayaan terhadap kaum Gipsi ini. Mereka dikucilkan dengan cara dipaksa mendirikan kemah di luar perkampungan warga asli, dilarang menimba air di perkampungan dan dilarang masuk kampung untuk berbelanja kebutuhan hidup sehari-hari.

Kecurigaan dan tuduhan-tuduhan negatif terhadap kaum Gipsi terus saja mengalir. Mereka juga dituduh sebagai kaum pencuri dan kaum penculik anak-anak. Pada masa tertentu di masa lalu etnis ini juga sering dihadapkan pada hukum yang mewajibkan mereka memasak di tempat terbuka dengan tujuan agar siapapun yang ingin tahu bisa mengecek langsung isi belanganya. Dan tidak jarang pemeriksaan dilakukan dengan cara-cara barbar dengan menumpahkan isi belanga ke tanah. Penganiayaan juga menimpa kaum Gipsi ini. Mereka diusir dari beberapa wilayah di Eropa dan selama berabad-abad diperbudak. Perbudakan terhadap etnis ini berakhir pada tahun 1860-an. Setelah itu mereka tersebar ke Eropa Barat dan Amerika.

Karena jarang diterima, orang Gypsi tidak pernah menetap. Gaya hidup nomaden ini menghasilkan berbagai keterampilan, seperti kerajinan logam, jual beli, dan hiburan. Dengan menawarkan jasa-jasa yang dibutuhkan ini, paling tidak mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Beberapa wanita Gypsi memanfaatkan reputasi bahwa mereka memiliki kekuatan supernatural, sering kali pura-pura memilikinya untuk tujuan komersial (seperti diangkat ke dalam film Sherlock Holmes). Kebiasaan berpindah-pindah ini juga meminimalkan risiko pencemaran budaya atau moral akibat terlalu banyak kontak dengan Gadje—bahasa Romani untuk “non-Rom”. Meskipun ada orang Rom yang berpegang kukuh pada banyak tradisi, mereka sering kali memeluk agama mayoritas di daerah mereka tinggal.

Sementara itu, prasangka menimbulkan penganiayaan. Orang Rom diusir dari beberapa bagian di Eropa. Di daerah-daerah lain, orang Rom diperbudak selama berabad-abad. Setelah perbudakan tersebut berakhir pada tahun 1860-an, orang Rom semakin tersebar, sebagian besar ke Eropa Barat dan Benua Amerika. Ke mana pun mereka pergi, mereka membawa serta bahasa, kebiasaan, dan bakat mereka.

Bahkan dalam keadaan tertindas, orang Rom kadang-kadang merasakan kepuasan hingga taraf tertentu dengan mempertunjukkan kesenian mereka. Di Spanyol, perbauran kebudayaan Gypsi dengan kebudayaan lain menghasilkan musik dan tarian Flamengo. Sedangkan di Eropa Timur para pemusik Rom mengadopsi lagu-lagu rakyat setempat, menambahkan gaya khas mereka sendiri. Nada-nada penuh emosi dari pertunjukan musik orang Rom mempengaruhi bahkan para komponis musik klasik, termasuk Beethoven, Brahms, Dvořak, Haydn, Liszt, Mozart, Rachmaninoff, Ravel, Rossini, Saint-Saëns, dan Sarasete
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih