Wednesday, August 1, 2018

[Fiqih Kurban] Bagaimana Tatacara Berqurban Atas Nama Keluarga

Seseorang yang akan berkurban untuk keluarga, maka ia boleh menerapkannya dalam tiga bentuk pilihan (memilih salah satunya), yaitu:

Pertama; Masing-masing anggota keluarga disediakan satu hewan kurban atas nama masing-masing,

Kedua: Anggota keluarga berkurban secara patungan,

Ketiga: Hanya salah satu yang berkurban tetapi pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga.

Jika memiliki keluasan harta, bentuk berkurban yang terbaik adalah masing-masing anggota keluarga dihitung, lalu untuk satu orang disediakan minimal satu hewan kurban.

Jadi, jika anggota keluarga berjumlah empat (suami, istri dan dua anak) misalnya, maka hewan kurban yang disediakan adalah empat ekor. Bisa empat ekor kambing atau empat ekor sapi atau empat ekor unta.

Ini adalah jumlah minimal. Jika dilebihkan maka hal itu lebih baik, misalnya meyediakan delapan ekor kambing atau delapan ekor sapi atau delapan ekor unta. Jika dilebihkan tetapi tidak genap, maka juga tidak masalah, misalnya menyediakan 5/6/7 ekor kambing atau 5/6/7 ekor sapi atau 5/6/7 ekor unta. Hal itu dikarenakan jika jumlah minimal sudah terpenuhi maka lebih dari itu adalah kebaikan. Kelebihan itu tidak masalah selama kelebihan itu diatasnamakan salah satu anggota keluarga, bukan seluruh anggota keluarga.

Jika menyediakan satu hewan kurban tertentu untuk masing-masing anggota keluarga tidak mampu, maka boleh mengambil bentuk kedua. Misalnya mampu menyediakan empat kambing untuk empat anggota keluarga, tetapi tidak mampu menyediakan empat sapi.

Dalam kondisi ini maka boleh memilih apakah berkurban empat kambing untuk empat anggota keluarga atau berkurban satu sapi untuk empat anggota keluarga, atau dua sapi untuk empat anggota keluarga, atau tiga sapi untuk empat anggota keluarga.

Hukum yang berlaku pada sapi juga berlaku pada unta. Kebolehan berkurban dengan bentuk kedua (cara patungan) ini didasarkan pada riwayat yang mengizinkan patungan untuk kurban sapi atau unta, dengan syarat jumlah orang yang patungan itu maksimal 7 orang. Muslim meriwayatkan,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Artinya:
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah ﷺ di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R.Muslim)

l\perhatikan lafaz matan hadits yang berbunyi,

عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“…untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang…”

Lafaz ini jelas menunjukkan bahwa untuk kurban sapi atau unta boleh patungan maksimal sampai tujuh orang, tidak boleh lebih dari itu.

Adapun jika hewan kurban berupa kambing, maka tidak boleh patungan. Satu kambing hanya boleh untuk satu orang saja. Ketidakbolehan patungan untuk berkurban jika hewannya adalah kambing didasarkan pada fakta tidak adanya nash yang menunjukkan bolehnya patungan untuk kambing sebagaimana bolehnya patungan untuk hewan kurban berupa unta dan sapi. Nash yang ada, pelaksanaan kurban dengan kambing di masa Rasulullah ﷺ dan shahabat adalah satu kambing untuk satu orang, tanpa patungan. At-Tirmidzi meriwayatkan;

عُمَارَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَال سَمِعْتُ عَطَاءَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ: كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى

Maknanya:
Umarah bin Abdullah ia berkata; Aku mendengar Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga).” (At-Tirmidzi)

Jadi, tidak adanya nash yang menunjukkan bahwa berkurban dengan kambing boleh dengan cara patungan, juga praktek yang dilakukan Rasulullah ﷺ termasuk para shahabat yang tidak pernah berpatungan untuk berkurban kambing, sementara ibadah adalah tauqifi (taken for granted), semuanya menunjukkan bahwa khusus untuk kambing tidak boleh berkurban dilakukan dengan cara patungan. Jika kurban kambing dilakukan dengan cara patungan, maka kurban tersebut tidak sah secara Syar’i.

Adapun jika hanya mempu menyediakan satu kambing saja, padahal ingin berkurban untuk seluruh keluarga maka solusinya adalah mengambil bentuk ketiga. Caranya: Berkurban atas nama kepala keluarga (atau salah satu anggota keluarga), kemudian pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga.

adi perbedaannya dengan dua bentuk sebelumnya adalah pada aspek ATAS NAMA. Pada bentuk yang ketiga ini, mudhohhi (orang yang berkurban) hanya satu yaitu kepala keluarga (atau salah satu anggota keluarga) saja, sementara pada bentuk pertama dan kedua yang berkurban adalah seluruh anggota keluarga.

Dalil yang menunjukkan bolehnya meniatkan pahala berkurban adalah perbuatan dan ucapan Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ pernah berkurban dengan niat mengikutsertakan keluarga dan umatnya agar mendapat pahala berkurban yang beliau lakukan. Imam Muslim meriwayatkan;

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

Maksudnya:

Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda: “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” Kemudian beliau mengucapkan: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad.” Kemudian beliau berkurban dengannya.” (H.R.Muslim)

Atas dasar ini cara berkurban untuk keluarga bisa mengambil salah satu dari tiga bentuk, pertama; masing-masing anggota keluarga disediakan satu hewan kurban atas nama tiap-tiap keluarga itu, kedua: Anggota keluarga berkurban secara patungan, ketiga: hanya salah satu yang berkurban tetapi pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga.

Wallahua’lam.
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih