Orang Rajin Bersedekah Itu Bahagia, begini penjelasan ilmiahnya...

Pernahkah kita merasakan, ketika kita mengeluarkan sedekah kepada orang yang membutuhkan, ketika kita bisa membantu meringankan beban orang lain, lalu muncul perasaan bahagian entara dari mana dalam lubuk hari kita?;

Thursday, March 31, 2016

Merantau, Petuah Ulama Terdahulu... Menjadikan Diri Lebih Dewasa dan Berilmu

Ulama Menganjurkan Untuk Merantau, Lebih Dewasa Dan Berpengalaman Hidup

Memang benar perkataan orang tua dahulu, hendaknya kita merantau supaya kita tahu makna penting keluarga, ketika jauh dari keluarga maka kita tahu betapa mereka sangat menyayangi kita dan kita juga menyayangi mereka terutama orang tua kita. Dengan merantau kita juga tahu bagaimana adab dan sopan-santun dengan sesama teman dan masyarakat. Dahulunya orang tua kita yang berurusan dengan masyarakat, sekarang kita yang berurusan langsung dengan mereka.

Demikian juga para ulama, mereka menganjurkan agar seseorang merantau, keluar dari kampung dan negerinya. Lebih-lebih untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman hidup.

Iman Syafi’i rahimahullah berkata,

إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءَ يُفْسِدُهُ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ

Merantaulah…

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan…
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang…[1]

Seseorang jika ingin mendapatkan ilmu maka ia harus keluar dari rumahnya dan mencari ilmu. Imam Bukhari berkata dalam shahihnya,

باب الخروج في طلب العلم

“Bab keluar untuk menuntut ilmu”

Seorang tabi’in terkenal Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah berkata,

إن كنت لأسير الليالي والأيام في طلب الحديث الواحد

“Sesungguhnya aku berjalan berhari-hari dan bermalam-malamuntuk mencari satu hadits.”[2]

Ibnul Jauziy berkata,

طاف الإمام أحمد بن حنبلالدنيا مرتين حتى جمع المسند

“Imam Ahmad bin Hambal keliling dunia dua kali hingga dia bisa mengumpulkan musnad.”[3]

Imam Ahmad bin Hambalrahimahullah bercerita sendiri,

سَافَرت فى طلب الحَدِيث وَالسّنة إِلَى الثغور والشامات والسواحل وَالْمغْرب والجزائر وَمَكَّة وَالْمَدينَة والعراقين وَأَرْض حوران وَفَارِس وخراسان وَالْجِبَال والأطراف

“Aku mengembara mencari hadist dan sunnah ke Tsughur, wilayah Syam, Sawahil, Maroko, Al-Jazair, Makkah, Madinah, Iraq, Wilayah Hawran, Persia, Khurasan, gunung-gunung dan penghujung dunia.”[4]

Dari Abdurrahman, aku mendengar Ubai berkata,

أول سنة خرجت في طلب الحديث أقمت سبع سنين أحصيت ما مشيت على قدمي زيادة على ألف فرسخ : لم أزل أحصى حتى لما زاد على ألف فرسخ تركته

“Tahun pertama mencari hadits, aku keluar mengembara mencari hadits selama 7 tahun, menurut perkiraanku aku telah berjalan kaki lebih dari seribu farsakh (+ 8 km).Aku terus terus menghitung hingga ketika telah lebih dari seribu farsakh, aku menghentikannya.”[5]

Ibnu mandah berkata,

طُفت الشَّرقَ وَالغربَ مرَّتين

“saya mengelilingi timur dan barat (untuk menuntut ilmu) sebanyak dua kali”[6]

Inilah gambaran dan contoh dari para ulama, berjalan jauh dan merantau untuk menuntut ilmu. Bagaimana dengan kita? Menghadiri majelis ilmu di kampung saja masih enggan? Padahal ingin kemuliaan?


[1] Diiwan Imam As-Syafii

[2] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi I/395 no.569, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah

[3] Shaidul Khatir hal.246, dikutip dari www.alhanabila.com

[4] Al-Maqshadul Arsyad 1/113-114, Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, cet.I, 1410 H, Syamilah

[5] Al-Jarh wa At-ta’dil 1/359, Dar Ihya’ At-turats, Beirut, cet. I, 1427 H, Syamilah

[6] Siyar A’lam An-nubala 12/503 Darul Hadits, koiro, 1427 H, syamilah
loading...

Monday, March 28, 2016

Berlebih-lebihan Itu Adalah Racun Hati

Hati itu ibaratnya adalah panglima, sedangkan badan adalah tentaranya. Mereka semua akan mentaati panglimanya, melaksanakan perintahnya dan tidak akan menyelisihinya. Jika panglimanya baik maka akan baik pula semua pasukannya, sedangkan jika dia jelek maka jelek pula semua pasukannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

أﻻ وإن في الجسد مدغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله أﻻ وهي القلب. متفق عليه

"Ketahuilah, sesungguhnya didalam tubuh ada segumpal daging, apabila dia baik maka akan baik pula semua tubuhnya, tetapi apabila dia jelek akan jelek pula semua tubuhnya. Ketahuilah dia itu adalah hati."(HR Buhory Muslim).

Hati yang lurus adalah hati yang selamat dari berbagai kerusakan dan kebinasaan. Itulah hati yang tidak ada lagi kecintaan kecuali hanya kepada Allah, tidak ada lagi ketakutan melainkan hanya takut dan tunduk kepada Allah saja.

Namun disana ada beberapa racun yang membahayakan hati. Apabila hati tidak dijaga dari racun ini maka binasalah dia. Inilah racun-racunnya:

1. Berlebihan dalam berbicara.

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam..” [Bukhari no. 6018, Muslim no. 47]

Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan sebuah kalimat yang mana ia anggap biasa tetapi karenanya ia terjun selama 70 tahun ke dalam neraka” [HR Tirmidzin dan dia berkata shahih gharib]

2. Berlebihan dalam makan.

“Tidaklah ada bejana yang diisi anak adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka hendaknya sepertiga dari perutnya diisi dengan makanannya, sepertiga dengan minumannya dan sepertiga untuk bernafas. “ [HR Ahmad, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah. Tirmidzi berkata: hasan shahih]

‎”Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu untuk menikah, hendaknya ‎‎bersegera menikah, karena yang demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga ‎‎kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu hendaknya dia bershaum (puasa) karena itu adalah ‎‎pemutus syahwatnya.‎” [HR Bukhari no. 1905 dan Muslim no. 1400‎]

3. Berlebihan dalam bergaul.
َ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67)

Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Maka hendaknya salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa berteman” [HR Abu Dawud dan Tirmidzi]

4. Berlebihan dalam memandang.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“. (An Nuur: 30)
“Pandangan adalah panah beracun diantara panah-panah iblis” [HR Thabrani dan Hakim].

Sumber: Jami' Al-'ulum walhikam, Ibnu Rajab; Tazkiyah An-Nafs, Syaikh Ahmad Farid. 
loading...

Wednesday, March 23, 2016

Riwayat Sahabat Rasulullah Saw: Mush'ab bin Umair, Duta Islam Yang Pertama

pemakaman sahabat Rasulullah Saw yang gugur
dalam perang Uhud
Masa muda atau usia remaja adalah saat orang-orang mulai mengenal dan merasakan manisnya dunia.

Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa, jauh sekali lintasan pikiran akan kematian ada di benak mereka. Apalagi bagi mereka orang-orang yang kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua. Mobil yang bagus, uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini merasa bahwa ia adalah raja.

Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mush’ab bin Umair.

Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,

رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ

“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”

Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya

Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.

Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.

Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan,

“Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya.

Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ

“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).

Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah ada di hadapannya.

Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.

Menyambut Hidayah Islam

Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah "

istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain.

Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.

Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.

Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy.

Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk.

Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.

Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat

Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.

Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang.

Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya.

Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia.
Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.

Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik.

Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya.

Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.

Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).

Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya.

Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata,

“Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).

Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam.

Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita.

Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.

Peranan Mush’ab Dalam Islam

Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah.

Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz.

Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.

Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Saad bin Muadz.

Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.

Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan.

Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab.

Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.

Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”

Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.

Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).

Wafatnya

Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:

Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).

Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.

Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.

Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”

Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”

Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.

Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umair

Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.

Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).

Penutup

Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-pemuda Islam. Mush’ab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia demi mengharapkan ridha Allah.

Mush’ab juga merupakan seorang pemuda yang teladan dalam bersemangat menuntut ilmu, mengamlakannya, dan mendakwahkannya. Ia memiliki kecerdasan dalam memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat argumentasinya.

Sumber: al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah
loading...

Friday, March 18, 2016

Subhanallah... Mudahnya Bangun Untuk Sholat Tahajjud Dengan 8 Cara Ini

Sholat tahajjud sangat dianjurkan dalam Islam. Seseorang yang sering melaksanakan sholat tahajjud akan merasakan kedekatan dengan Sang Maha Pencipta.

Di saat manusia tengah terlelap dalam mimpi, seorang hamba justru bangkit mendekatkan diri kepada Allah, di saat pintu-pintu langit terbuka dan doa diijabah.

Akan tetapi, banyak orang yang merasa berat untuk bangun malam mendirikan sholat tahajjud.

Nah, berikut beberapa tips agar kita sebagai umat islam mampu bangun malam dengan mudah untuk mendirikan sholat tahajjud:

1. Niat yang Kuat
Cara pertama yang harus dilakukan agar bisa terbangun untuk melaksanakan shalat tahajud adalah menanamkan niat yang kuat di dalam hati. Dengan niat yang kuat ini menjadi bukti bahwa kita serius merasa sangat kecil di hadapan Allah SWT. Sehingga akan membuat kita menyadari bahwa ibadah ini harus dilaksanakan sebaik mungkin.

Orang yang memiliki niat yang kuat dalam melaksanakan shalat tahajud akan mengetahui bahwa di waktu sepertiga malam inilah Sang pemilik kehidupan turun dari Arsy Nya, ke langit paling rendah untuk mengabsen sendiri hamba Nya yang istiqomah.

Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tentang turunnya Allah ke langit dunia setiap hari telah mencapai derajat mutawatir dan (sanadnya) shahih. Maka wajib bagi kita untuk mengimaninya.

2. Tidur di awal Waktu
Selain niat yang kuat, agar mudah bangun untuk melaksanakan tahajud di waktu sepertiga malam kita juga harus tidur di awal waktu seperti yang sering dilakukan oleh nabi. Hal ini merupakan kebiasaan yang baik untuk melatih diri dan keluarga agar terbiasa bangun pagi juga.

Sahabat mulia Ibnu Abbas pernah bertutur: “Suatu ketika aku pernah bermalam dirumah bibiku Muimunah untuk melihat bagaimana shalatnya Rasulullah, beliau berbincang sejenak bersama istrinya, kemudian tidur”.(HR. Muslim: 763)

3. Melakukan Amalan Sebelum Tidur
Melakukan amalan sebelum tidur menjadi salah satu cara agar bisa mudah bangun pagi. Sebelum tidur, kita bisa melakukan amalan seperti menutup pintu, bejana, mematikan api, melantunkan dzikir sebelum tidur serta berbaring ke kanan.

Dari Jabir Bin Abdullah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Matikanlah lampu-lampu diwaktu malam jika kalian hendak tidur, dan tu tuplah pintu-pintu, bejana serta makanan dan minuman kalian.(HR. Bukhari 6296 dan Muslim 2012)

4. Tidur Siang Walau Sebentar (Qailulah)
Cara ke empat agar mudah bangun sepertiga malam untuk melaksanakan shalat tahajud adalah tidur siang. Ketika ada waktu luang di siang hari, gunakanlah untuk tidur dari pada menonton televisi. Hal ini perlu dilakukan agar ada energi yang tersimpan untuk melaksanakan shalat tahajud di malam harinya.

5. Tidak Makan Terlalu Kenyang
Cara lainnya yakni tidak makan terlalu kenyang.Hal tersebut dikarenakan perut yang terlalu kenyang akan membuat hati dan tubuh malas dalam melakukan aktivitas terlebih lagi beribadah. Orang yang terlalu kenyang akan lebih memilih untuk kembali tidur dari pada melaksanakan shalat tahajud.

6. Mengajak Keluarga Shalat Tajahud Berjamaah
Mengajak keluarga shalat tahajud berjamaah menjadi salah satu solusi agar mudah terbangun di sepertiga malam. Dengan melakukan hal ini satu sama lainnya akan saling mengingatkan untuk melakukan ibadah.

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam rahimahullaah bahwa ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu melakukan shalat malam dalam waktu yang cukup lama hingga di akhir malam beliau membangunkan keluarganya untuk melakukan shalat. Beliau berkata, “Shalatlah kalian! Shalatlah kalian!”

7. Konsisten
Konsisten dalam mengerjakan sesuatu termasuk ibadah menjadi salah satu cara agar mudah bangun untuk melaksanakan shalat tahajud. Sempatkanlah untuk membuat list harian yang ditempel di tempat yang sering dilewati atau dimasuki agar mudah mengontrol ibadah yang dilakukan.

8. Paksakan Tubuh untuk Melaksanakannya
Cara terakhir yang bisa dilakukan agar mudah bangun melaksanakan shalat tahajud adalah memaksa tubuh untuk melakukannya. Hal ini perlu dilakukan jika tujuh langkah di atas tidak mempan membuat kita bangun.

Kita harus menyadari bahwa kesulitan bangun dan menjalankan ibadah tahajud sebagian besar datangnya dari syaitan atau hawa nafsu manusiawi yang didekingi oleh iblis. Itulah menyebabkan kita harus memaksa tubuh agar mengusir rasa malas tersebut.

Demikianlah ulasan mengenai delapan cara agar mudah bangun untuk melaksanakan shalat tahajud. Tanamkan dalam hati bahwa melaksanakan shalat tahajud memiliki keutamaan yang sangat besar bagi manusia. Semoga Allah senantiasa meridhoi amalan yang kita lakukan.
loading...

Tuesday, March 8, 2016

Memahami Cara Suami Meminta Maaf

Tulisan ini penting dibaca dan direnungkan oleh setiap istri, terutama mereka yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangga.

Banyak istri yang berpikiran, 'kok suami saya dingin sekali', atau mengira suaminya keras kepala atau egois, tidak mau minta maaf walau sudah nyata-nyata melakukan kesalahan.

Renungkanlah wahai para istri... Bahawa terkadang, sebagian suami, sebagai manusia dia juga menyadari kesalahannya, dan meskipun dia berat untuk mengucapkan minta maaf kepada istrinya, berat untuk mengucakan, “ Wahai istriku maafkan aku,” namun terkadang dia MINTA MAAF DENGAN CARA YANG LAIN.

Misalnya terjadi keributan, sang suami merasa salah. Maka dia punya cara lain untuk meminta maaf. Misalnya dia mengatakan, “Ayo malam ini kita makan di restoran .”

Sudah. Seorang istri hendaknya mengerti, kalau suaminya mengajak makan malam direstoran berarti sebenarnya dia mengatakan “ saya minta maaf, saya salah.”

Jangan kita tunggu dia harus mengungkapkan tersebut ‘saya minta maaf’ dari lisannya. TIDAK MUDAH BAGI SETIAP SUAMI.

Oleh karenanya kalo suami sudah mulai merubah sikapnya misalnya mengajak makan malam, misalnya datang kemudian mulai mijit-mijit istrinya mulai elus-elus rambutnya itu berarti dia sudah minta maaf.

Tidak perlu seorang wanita menunggu dia mengucapkan, melafadzkan “saya minta maaf wahai istriku”

Dengan cara seperti ini, seorang istri memahami karakter suami yang cara minta maafnya terkadang TIDAK DENGAN LISAN tetapi dengan SIKAP, maka rumah tangga akan berjalan dengan penuh mawadah wa rahmah. Setiap kesalahan, setiap keretakan mudah untuk segera dikembalikan untuk diperbaiki.

Semoga kita semua merasakan kehidupan rumah tangga yang penuh mawadah wa rahmah dan diberkahi oleh Allah subhanahu wa taala.

Jadilah engkau sebagai wanita yang mudah meminta maaf. Jadilah engkau sebagai PENGHUNI SURGA… “
loading...