Wednesday, July 25, 2018

[Kisah Nyata] Ketika Pencuri Mentimun Tidak Bisa Duduk

Berikut admin berbagi kisah nyata tentang karomah Kiyai Kholil Bangkalan, Madura.

Alkisah, pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus-menerus, akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi.

Setelah bermusyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil, sebagaimana biasanya kiai tersebut sedang mengajar kitab Nahwu.

“Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak.

“Waalaikumussalam,“ jawab Mbah Kholil.

Lukisan al-'Alim al-'Allamah
asy-Syekh Muhammad Kholil bin Abdul Lathif
Basyaiban al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'i
di museum Den Haag, Belanda
Melihat banyaknya petani yang datang. Mbah Kholil bertanya, “Sampean ada keperluan, ya?”

“Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai penangkalnya,” kata petani dengan nada memohon penuh harap.

Ketika itu, kitab yang dikajinya kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta-merta Mbah Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.

“Ya, karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai sebagai penangkal,” seru kiai dengan tegas dan mantap.

“Sudah, Pak Kiai?” ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.

“Ya sudah,” jawab Mbah Kholil menandaskan.

Mereka puas mendapatkan penangkal dari Mbah Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Mbah Kholil.

Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak.

Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Mbah Kholil lagi. Tiba di kediaman Mbah Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian.

Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Mbah Kholil, mereka menyerahkan hasil panenanny yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri, di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun. ()

Wallahu A'lam.
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih