Wednesday, July 11, 2018

Mengupas Makna Bid'ah dan Pembagian Bid'ah

Persoalan bid'ah merupakah salah satu permasalahan yang kerap menjadi perbincangan di kalangan pakar hukum islam sejak dulu.

Makna Bid'ah

1. Imam Syathibi
"Suatu cara/kebiasaan dalam agama Islam, cara yang dibuat-buat, menandingi syariat Islam, tujuan melakukannya adalah sikap berlebihan dalam beribadah kepada Allah ﷻ."

2. Imam Al-Izz bin Abdissalam
"Bid'ah adalah perkara yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw."

3. Imam An-Nawawi
"Para ahli bahasa berkata, bid'ah adalah semua perbuatan yang tidak ada contoh sebelumnya."

4. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqalany
"Segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya adalah bid'ah, apakah itu terpuji atau tercela."

Dari definisi di atas lalu muncul pertanyaan, apakah semua bid'ah sesat? Dan apakah bisa dibagi beberapa macam? Jawabannya adalah tidak semua bid'ah sesat dan bid'ah bisa dibagi.

Para ulama ada yang membagi bid'ah menjadi dua, yaiitu bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela). Bahkan ada yang membaginya menjadi tiga, yaitu bid'ah hasanah (terpuji), bid'ah mustaqbahah (sesat), bid'ah mubah. Dan ada pula yang melebarkan menjadi lima, yaitu bid'ah wajib, bid'ah mandub, bid'ah haram, bid'ah makruh, bid'ah mubah.

Yang membagi bid'ah menjadi dua adalah Imam Syafii, yaitu bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela). Jika sesuai sunnah maka itu bid'ah mahmudah, hukumnya boleh dilakukan. Dan jika bertentangan maka disebut bid'ah madzmumah, hukumnya haram.

Adapun kriteria kedua bid'ah tersebut sebagai berikut:
Jikaa perkara yang dibuat-buat sesuai/tidak bertentangan dengan Al-Qur'an atau atsar atau ijma', maka itu bid'ah mahmudah. Namun jika sebaliknya maka  disebut bid'ah madzmumah.

Yang membagi bid'ah menjadi tiga adalah Ibnu hajar Al-Atsqalany, yaitu bid'ah hasanah, bid'ah mustaqbahah dan bid'ah mubah. Jika suatu perkara dianggap baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam maka itu bid'ah hasanah, hukumnya boleh dilakukan. Jika sebaliknya maka disebut bid'ah mustaqbahah (buruk), hukumnya haram dilakukan. Jika tidak termasuk kedua bidah di atas maka itu bid'ah mubah.

Yang dimaksud oleh hadits bahwa bid'ah adalah sesat yaitu bid'ah yang bertentangan dengan syariat

Selanjutnya bid'ah yang dibagi lima adalah pendapat Imam An-Nawawi. Dasar beliau adalah hadits berikut:

كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة

"Setiap perkara yang dibuat-buat adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat."

Namun hadits di atas adalah type hadits umum, dan dikhususkan oleh hadits lain yang berbunyi:

من سن فى الإسلام سنة حسنة فله أجرها

"Siapa yang membuat tradisi baik dalam Islam maka ia mendapatkan pahalanya."

Yang dimaksud bid'ah dhalalah (sesat ) dalam hadits pertama adalah:

المحدثات الباطلة والبدع المذمومة

"Perkara yang dibuat-buat yang batil dan perkara yang dibuat-buat yang tercela."

Beliau membagi bid'ah menjadi lima, dengan ukuran atau timbangan kaidah-kaidah  syariat Islam. Jika masuk dalam kaidah wajib maka menjadi bid'ah wajib, jika masuk perkara sunnah maka menjadi bid'ah mandub, jika masuk perkara makruh maka bid'ah makruh, jika masuk perkara mubah maka menjadi bid'ah mubah, jika masuk perkara haram maka menjadi bid'ah haram.

Contoh-contohnya sebagai berikut:
1. Bid'ah wajib: Mempelajari ilmu nahwu untuk memahami dan mendalami Al-Quran dan sunnah. Bid'ah ini menjadi wajib karena modal untuk mendalami syariat harus paham bahasa Arab secara baik.
2. Bid'ah mandub (dianjurkan): Membangun sekolah dan jembatan dan sejenisnya, dimana hal tersebut belum ada di masa Rasulullah ﷺ.
3. Bid'ah makruh: Hiasan pada masjid, hiasan pada mushaf dan lainnya.
4. Bid'ah haram: Melantunkan Al-Quran dengan merubah laafazh sehingga merubah makna dan kaidah bahasa Arab.
5. Bid'ah mubah: Bersalaman setelah shalat.

Benarkah semua yang tidak pernah dilakukan nabi ﷺ haram?

Bagi orang yang berargumen bahwa semua yang tidak pernah dilakukan nabi ﷺ adalah bid'ah dhalalah menggunakan kaidah berikut:

الترك يقتضى التحريم

"Perkara yang ditinggalkan/tidak dilakukan Rasulullah ﷺ berarti mengandung makna haram."

Padahal tidak ada satu pun kitab fiqih dan ushul fiqih yang memuat kaidah seperti itu.

Mari kita lihat contoh perbuatan yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ, namun tidak selamanya perbuatan tersebut haram.

1. Karena kebiasaan
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ قَالَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضَبٍّ مَشْوِيٍّ فَأَهْوَى إِلَيْهِ لِيَأْكُلَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُ ضَبٌّ فَأَمْسَكَ يَدَهُ فَقَالَ خَالِدٌ أَحَرَامٌ هُوَ قَالَ لَا وَلَكِنَّهُ لَا يَكُونُ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ فَأَكَلَ خَالِدٌ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ قَالَ مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ بِضَبٍّ مَحْنُوذٍ

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Abu Umamah bin Sahl dari Ibnu Abbas dari Khalid bin Al Walid ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah diberi daging biawak yang terpanggang. Maka beliau pun berselera hendak memakannya, lalu dikatakanlah kepada beliau, "Itu adalah daging biawak." Dengan segera beliau menahan tangannya kembali. Khalid bertanya, "Apakah daging itu adalah haram?" beliau bersabda: "Tidak, akan tetapi daging itu tidak ada di negeri kaumku." Beliau tidak melarang. Maka Khalid pun memakannya sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat. Malik berkata; Dari Ibnu Syihab; BIDLABBIN MAHNUUDZ (Biawak yang dipanggang).  (HR. Bukhari - 4981)

2. Khawatir akan memberatkan umatnya
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah bahwasanya; Pada suatu malam (di bulan Ramadlan), Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat di Masjid, lalu diikuti oleh beberapa orang sahabat. Kemudian (pada malam kedua) beliau shalat lagi, dan ternyata diikuti oleh banyak orang. Dan pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar shalat bersama mereka. Maka setelah pagi, beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian." (HR. Bukhari - 1061 & Muslim - 1270)

3. Tidak terlintas di fikiran Rasulullah ﷺ
حَدَّثَنَا خَلَّادٌ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَيْمَنَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَجْعَلُ لَكَ شَيْئًا تَقْعُدُ عَلَيْهِ فَإِنَّ لِي غُلَامًا نَجَّارًا قَالَ إِنْ شِئْتِ فَعَمِلَتْ الْمِنْبَرَ

Telah menceritakan kepada kami Khallad berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid bin Aiman dari Bapaknya dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa ada seora

486
[6:01:49 AM] Majelis MANIS:
ng wanita berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku buatkan sesuatu untuk Tuan, sehingga Tuan bisa duduk di atasnya? Karena aku punya seorang budak yang ahli dalam masalah pertukangan kayu." Beliau menjawab: "Silakan, kalau kamu mau." Maka wanita itu membuat sebuah mimbar." (HR. Bukhari - 430)

4. Karena Rasulullah ﷺ lupa
حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً فَلَا أَدْرِي زَادَ أَمْ نَقَصَ فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ حَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ قَالَ لَا وَمَا ذَاكَ قَالُوا صَلَّيْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَثَنَى رِجْلَيْهِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْ السَّهْوِ فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّلَاةَ فَإِذَا سَلَّمَ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ

Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat satu kali namun aku tidak tahu apakah beliau menambah atau mengurangi. Ketika salam dikatakan kepada beliau; Wahai Rasulullah, apakah terjadi sesuatu dalam shalat? Beliau menjawab: "Tidak, apa itu?" mereka berkata; Engkau shalat ini dan itu. Ia berkata; Lalu beliau melipat kedua kakinya dilanjut dengan sujud sahwi dua kali, ketika salam beliau bersabda: "Sesungguhnya aku adalah manusia yang biasa lupa seperti kalian, apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalat, maka carilah (kepastian) shalat, maka apabila salam, hendaklah sujud dua kali." (HR. Ahmad - 3420)

5. Khawatir orang arab tidak dapat menerima perbuatan Rasulullah  ﷺ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَّامٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ أَنْبَأَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ رُومَانَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ لَوْلَا أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ لَأَمَرْتُ بِالْبَيْتِ فَهُدِمَ فَأَدْخَلْتُ فِيهِ مَا أُخْرِجَ مِنْهُ وَأَلْزَقْتُهُ بِالْأَرْضِ وَجَعَلْتُ لَهُ بَابَيْنِ بَابًا شَرْقِيًّا وَبَابًا غَرْبِيًّا فَإِنَّهُمْ قَدْ عَجَزُوا عَنْ بِنَائِهِ فَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ فَذَلِكَ الَّذِي حَمَلَ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى هَدْمِهِ قَالَ يَزِيدُ وَقَدْ شَهِدْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ حِينَ هَدَمَهُ وَبَنَاهُ وَأَدْخَلَ فِيهِ مِنْ الْحِجْرِ وَقَدْ رَأَيْتُ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام حِجَارَةً كَأَسْنِمَةِ الْإِبِلِ مُتَلَاحِكَةً

Telah mengabarkan kepada kami Abdur Rahman bin Muhammad bin Salam, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, ia berkata; telah memberitakan kepada kami Jarir bin Jazim, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Yazid bin Ruman dari 'Urwah dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Wahai Aisyah, seandainya bukan karena kaummu dekat dengan masa jahiliyah niscaya saya akan memerintahkan untuk menghancurkan Ka'bah, kemudian saya masukkan kepadanya apa yang telah dikeluarkan darinya, dan saya tancapkan di Bumi, serta saya buat untuknya dua pintu, pintu timur dan pintu barat. Karena mereka tidak mampu untuk membangunnya, sehingga dengannya saya telah sampai kepada pondasi Ibrahim 'alaihissalam." Yazid berkata; itulah yang mendorong Ibnu Az Zubair untuk menghancurkannya. Yazid berkata; saya telah menyaksikan Ibnu Az Zubair ketika menghancurkan dan membangunkannya serta memasukkan hijir padanya. Dan saya lihat pondasi Ibrahim 'alaihissalam berupa bebatuan seperti punuk-punuk unta yang saling melekat. (HR. Nasa'i - 2854)

6. Karena termasuk dalam makna ayat yang bersifat umum
وافعل الخير لعلكم تفبحون

"Dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan."

Rasulullah ﷺ tidak melakukan bukan berarti haram, tapi karena kebaikan-kebaikan itu bersifat umum. Patokannya adalah jika tidak bertentangan dengan syariat maka termasuk bid'ah hasanah. Jika bertentangan maka bid'ah dhalalah.

Mereka yang mudah membid'ahkan memakai kaida, "Jika tidak dilakukan Rasulullah ﷺ maka haram". Pe

667
[6:01:49 AM] Majelis MANIS:
rtanyaannya, adakah kaidah tersebut dalam ushul fiqih? Di atas saya sudah menyinggung bahwa tidak ada di kitab fiqih dan ushul fiqih manapun yang mencantumkan kaidah seperti itu. Kaidah haram ada tiga:
1. Nahyi (larangan/kalimat langsung), contohnya QS. Al-Isra':72.
2. Nafy (larangan/kalimat tidak langsung), contohnya QS. An-Nisa:148.
3. Wa'id (ancaman keras), contohnya hadits: "Siapa yang menipu kami, maka bukanlah dari golongan kami." (HR. Muslim)
Sedangkan at-tark (sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ) tidak ada satupun aahli fiqih yang memasukkannya kedalam sesuatu yang diharamkan.

Dan yang diwasiatkan Rasulullah ﷺ adalah kerjakan apa yang beliau perintah, tinggalkan apa yang beliau larng. Tidak ada satu riwayatpun yang mengatakan untuk meninggalkan apa yang tidak beliau kerjakan.

Perkara yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ adalah asal. Hukum asalnya tidak ada suatu perbuatanpun yang datang belakangan. Maka at-tark tidak bisa disebut bisa menetapkan hukum. Karena banyak sekali perkara mandub (anjuran) dan perkara mubah yang tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ. Jika semua yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ dihukumi haram, maka terhenti perkembangan kehidupan muslim saat ini.

Jalan keluatnya adalah sabda Rasulullah ﷺ,

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى السُّدِّيُّ حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ هَارُونَ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَالَ الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Musa As Suddi telah menceritakan kepada kami Saif bin Harun dari Sulaiman At Taimi dari Abu Utsman An Nahdi dari Salman Al Farisi dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang minyak samin dan keju serta bulu binatang, beliau menjawab: "Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Dia diamkan adalah sesuatu yang Dia maafkan." (HR. Ibnu Majah - 3358)

Dan banyak sekali kita temui contoh-contoh amalan sahabat ang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ, akan tetapi ketika beliau tahu tidak lantas menyalahkan dan membid'ahkan, tapi justru memuji. Misal kebiasaan Bilal shalat sunnah setelah wudhu', sahabat yang selalu mengawali bacaannya denga surat Al-Ikhlas, sahabat yang selalu mengakhiri bacaan dengan surat Al-Ikhlas dan lain-lain.

Tapi ada juga perbuatan sahabat yang dilarang Rasulullah ﷺ, karena bertentangan dengan sunnah (bukan perkara yang di diamkan). Contohnya, hadits yang menyebutkan tiga sahabat yang ingin shalat malam selamanya, ada yang ingin puasa sepanjang tahun, dan ada yang tidak ingin menikah. Kemudian Rasulullah ﷺ menegur mereka bahwa beliau tidak demikian, maka mereka dilarang melakukannya.

Kesimpulan

Yang menjadi dasar bukanlah pernah atau tidak pernah dilaakukan Rasulullah ﷺ, akan tetapi prinsipnya adalah apakah perbuatan tersebut melanggar syariat atau tidak. Jika melanggar maka bid'ah dhalalah, jika tidak maka bid'ah hasanah.

Wallahu a'lam.
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih