Monday, October 19, 2015

[Video] Pidato Mufti Suriah Syaikh Ahmad Badruddin Hassun di Parlemen Uni Eropa

Pada tanggal 15 Januari 2008, Grand Mufti Suriah, Syaikh Ahmad Badruddin Hassun menyampaikan pidato kehormatan di depan Parlemen Eropa di Strasbourg, Perancis, dalam rangka pembukaan year of dialogue 2008.

Biografi Syaikh Ahmad Badruddin Hassun
Syaikh Ahmad Badruddin Hassun lahir di Halab, Suriah pada tahun 1949.

Ulama yang dikenal dengan pemikiran moderat dan terbuka ini berupakan alumni fakultas Syariah dari Universitas Al-Azhar dan meraih gelas doktor di bidang Fiqih, dan terpilih sebagai mufti sejak tahun 2002.

Konflik bersenjata di Suriah yang meletus sejak tahun 2011 lalu menyebabkan beliau masuk ke pusaran kritis. Ada beberapa pihak yang menuding beliau sebagai penyokong rezin Asad, namun kabar lain menyebutkan juga bahwa beliau ikut mendukung kaum revolusioner. Syaik Yusuf al-Qaradhawi pun pernah menyampaikan kritik secara pribadi kepada beliau.

Beberapa portal berita memuat pidato beliau yang menyebuat pihak asing turut bermain dalam kekacauan di Suriah.

Atas berbagai isyu tersebut, ada pula yang menduh beliau ber-tasyayyu (pro-syiah). Sengitnya konflik membawa bencana bagi keluarga beliau. Putra beliau yang bernama Sariyah Hassun, 21 tahun, menjadi korban yang dibunuh kelompok bersenjata di Suriah.

Pidato Syaikh Ahmad Badruddin Hassun di Parlemen Eropa
Berikut video pidato lengkap Syaikh Ahmad Badruddin Hassun di depan Parlemen Eropa di Strasbourg, Perancis tanggal 15 Januari 2008.


Berikut terjemahan lengkap pidado Syaikh Ahmad Badruddin Hassun di depan anggota Perlemen Eropa:

Assalamualaikum, selamat pagi, shalom…

Dengan nama Allah pencipta kita semua dari tanah yang satu… dari debu Allah wujudkan kita semua…

Dengen ruh dari-Nya kita hidup. Ruh sebagai sumber kekuatan hidup. Kita semua hidup dari sumber yang satu.Kita semua adalah buatan Allah. Oleh sebab itu aku sampaikan penghormatan dengan sebutan “wahai sadaraku”, “wahai saudaraku satu ruh”, “wahai saudaraku satu tanah”, “saudaraku satu kemanuasiaan”.

Yang mulia Ketua Parlemen Eropa, Hans-Gert Pottering…

Yang mulia bapak dan ibu anggota parlemen.. . Yang mulia hadirin sekalian…

Aku datang dari suatu negeri. Aku tidak pernah memilih agar aku berada di sana. Tapi langitlah yang memlih aku menjadi bagian dari penduduk negeri itu. Itulah negeri yang kami sebut dengan negeri yang diberkahi: negeri Syam, Palestina, Lebanon, Suria, Yordania, Israel.

Inilah negeri-negeri yang menerima suluruh peradaban runahi dari langit. Di tanah kami, dulu Ibrahim berjalan. Di tanah kami, dulu Musa merasa aman dan hidup dalam kebahagiaan. Di tanah kami, dulu Isa dilahirkan. Dari tanah kami, Isa naik ke langit. Ke tanah kami, Muhammad datang dari Mekah untuk naik ke langit…

Saya sangat berharap kalian memahami dengan baik makna tanah yang telah memancarkan cahaya kepada kalian semua. Dulu, ketika kami masih menjadi pengikut al-Masih, pengikut Ibrahim, pengikut Musa dan sebagai muslimin, kami menerima dan menyebarkan semua ajaran itu kepada dunia sebagai cahaya, kecerahan dan kebahagiaan.

Saya sangat berterimakasih kepada kalian dari hati yang paling dalam. Saya juga berterimakasih kepada Ketua Parlemen yang telah memilih saya sebagai pembuka forum dialog kebudayaan pada tahun dimana dialog antar berbagai kebudayaan sangat dibutuhkan.

Saya sangat senang memilih kata berbagai budaya (tsaqafaat, bentuk jamak), karena tidak ada keragaman dalam peradaban, yang ada hanya satu peradaban. Berbagai budayalah yang menopang dan memperkokoh peradaban kita. Peradaban adalah hasil kerja kita bersama. Kita yang menciptakan peradaban.

Parlemen ini bukan dibangun hanya oleh orang Nasrani, orang Yahudi, muslim, orang sekuler, tapi parlemen ini dibangun oleh manusia. Inilah simbol peradaban untuk membangun kemanusiaan. Semua kita ikut membangun satu peradaban yang bernama peradaban kemanusiaan. Oleh sebab itu, kami tidak percaya pada apa yang disebut dengan benturan peradaban. Selamanya kami tidak percaya.

Peradaban hanya ada satu dalam dunia ini, tidak ada keragaman peradaban. Keragaman hanya ada pada budaya. Yang berbilang adalah kebudayaan, sementara peradaban hanya satu.

Mari kita lihat… Dengan apa peradaban berbenturan? Sesungguhnya peradaban berbenturan dengan kebodohan; peradaban berbenturan dengan terorisme; peradaban berbenturan dengan keterbelakangan. Orang yang berbudaya, apapun agama dan latar belakang budayanya, ia akan mengulurkan tangannya kepadaku untuk bersama-sama kita membangun peradaban kemanusiaan.

Ketika ada manusia bisa mendarat di bulan, kami mencari tahu nama orang-orang yang ikut berkeja dalam NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan Badan Antariksa Uni Soviet (kini RKA, Badan Antariksa Federal Rusia). Dan aku menemukan bahwa mereka bukan orang Amerika semua. Mereka bukan orang Rusia semua. Tapi mereka adalah orang Eropa, Itali, Jerman, Perancis, Belgia, saya melihat merekalah yang membangun peradaban kita hingga mampu mengangkasa dan mendarat di bulan.

Mari kita pikir kembali tentang istilah “benturan peradaban”. Sesungguhnya istilah ini sangat penting untuk dipikirkan kembali. Peradaban tidak mungkin dibangun dari tempat terpencil. Orang-orang yang membangung Piramida adalah nenek-moyang kita semua. Orang-orang membangun Piramida Chili juga nenek-moyang kita. Maka peradaban adalah satu….

Yang kedua, apakah peradaban punya agama?... Atau, apakah peradaban hasil budaya kemanusiaan yang agama ikut andil memberikan nilai-nilai dan akhak di dalamnya? Tidak ada itu peradaban Kristen, peradaban Islam, peradaban Yahudi. Agama hanya memberikan nilai dan akhlak dalam peradaban. Kitalah yang menciptakan peradaban, sementara yang menciptakan agama adalah Tuhan.
Peradaban adalah buatan kita dan agama adalah buatan Tuhan. Oleh sebab itu, saya mengajak kita semua agar menghidar dari kecederungan memberi nama tertentu pada peradaban, karena peradaban adalah hasil kerja kita semua.

Siapa yang membangun peradaban? Manusia yang membangun peradaban. Saya dan kalian. Saya dan kalian siapa? Apakah saya pihak lain bagi kalian? Apakah kalian pihak lain bagi saya? Tidak. Apakah kalian pihak lain bagi saya? Tidak. Binatang pihak lain bagi kita. Sedang kalian adalah saudaraku: apapun agama kalian dan apapun bahasa kalian. Ibuku adalah ibu kalian dan bapakku adalah bapak kalian. Ibu kita adalah bumi, dan bapak kita adalah Adam alahissalam.

Mari kita mulai medidik generasi baru. Generasi baru yang menyadari bahwa manusia itu satu, yang lain dari manusia adalah binatang. Apapun agamanya, apapun negaranya, setiap manusia adalah saudaraku; darahnya adalah darahku; jiwanya adalah jiwaku; pikirannya adalah pikiranku; kebebasannya adalah kebebasanku; kebudayaanya berbeda dengan kebudayaanku untuk membangun satu peradaban di muka bumi ini.

Kami, di negeri kami, tidak percaya pada pluralitas agama. Tidak ada pluralitas agama bagi kami. Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad datang membawa satu agama yang sama. Agama itu adalah “kesucian Allah dan kemuliaan manusia”. Sedangkan syariat dan hukum, tentu berbeda-beda dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu wajar jika ada pluralitas syariat, tapi tidak ada pluralitas agama. Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu, dan kita semua tunduk dan patuh kepada-Nya.
Tidak mungkin terjadi konflik agama. Atas dasar ini pula, tidak ada perang yang suci. Saya tidak percaya pada perang suci. Karena perang tidak mungkin disebut suci, selamanya. Hanya perdamaian yang pantas disebut suci.

Mari kita ajarkan anak-anak kita. Di sekolah, di gereja, di vihara, di masjid, kita ajarkan kepada mereka bahwa yang suci secara hakiki dalam hidup ini adalah manusia. Yang suci bukan hanya Ka’bah, Masjidil Aqsha, Tembok Ratapan, Gerjeja Qiyamah, sesungguhnya manusia adalah makhluk paling suci di dunia ini. Bagi kami, darah seorang bocah sama sucinya dengan seluruh benda-benda suci yang kalian yakini.

Mengapa saya mengatakan demikian? Karena Ka’bah dibangun oleh manusia (Ibrahim); Tembok Ratapan dibangun oleh orang-orang Yahudi; Gereja al-Qiyamah dibangun oleh orang-orang Nasrani. Sedang manusia, siapa yang membangun? Manusia adalah bangunan Tuhan. Terlaknatlah orang yang menghancurkan bangunan Tuhan!.. Tekutuklah orang yang membinasakan manusia.

Seorang bocah Palestina, bocah Israel, bocah Iraq, yang terbunuh hari ini, Tuhan akan meminta pertanggungjawaban dari kita semua karena pembunuhan itu. Karena, bocah-bicah itu adalah “boneka-boneka” yang Tuhan ciptakan di muka bumi ini, dan kita membunuh boneka-boneka itu tanpa kemampuan mengembalikan kehidupan mereka lagi…

Jika Ka’bah dihancurkan, pasti akan dibangun kembali oleh anak-anak kita. Jika masjid Aqsha dihancurkan, pasti akan dibangun kembali oleh cucu-cucu kita. Jika gereja al-Qiyamah dihancurkan, pasti akan dibangun kembali oleh generasi selanjutanya. Tapi, saya mohon kesadaran kalian, jika seseorang dibunuh, siapa yang mampu mengembalikan kehidupannya?

Saya sangat menghormati orang-orang Eropa yang telah mengundang saya ke tempat ini. Saya ingin memulai, bersama kalian, menggalang dialog kebudayaan yang dilakukan tanpa ada batasan (tanpa diskriminasi) agar kita bisa menbentuk negara-negara yang berdiri atas dasar keseteraan antar penduduknya. Tidak boleh ada negara yang berdiri atas dasar agama atau kesukuan. Agama dan kesukuan adalah urusan kalian dengan Tuhan. Sedang saya dan kalian, harus tinggal di muka bumi ini dengan kedamaian. Jangan memaksa saya untuk mengikuti agama kalian dan saya tidak akan pernah memaksa kalian mengikuti agama saya. Karena agama adalah hubungan kita hanya dengan Tuhan semata.

Marilah kita membangun generasi baru. Generasi yang percaya bahwa peradaban kemanusiaan adalah hasil kerjasama umat manusia; bahwa yang paling suci di dunia ini adalah manusia dan kebebasan, setelah Allah Azza wa Jalla…

loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih