Friday, July 26, 2013

LAILATUL QADAR: Menulis Ulang Proposal Hidup

Suatu ketika, Rasulullah SAW bercerita tentang Bani Israil kepada para sahabatnya. Orang sholeh menghabiskan waktunya selama 1.000 bulan untuk berjihad di jalan Allah. Mendengar kisah itu, para sahabat merasa iri, karena tak memiliki kesempatan untuk beribadah selama itu. Dalam riwayat lainnya, disebutkan bahwa Nabi SAW pun bersedih, mustahil umatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat terdahulu. Sebab, umur umat Nabi Muhammad SAW lebih pendek dibanding dengan umur umat terdahulu.

"Dengan penuh kasih sayang yang tak terhingga, Allah SWT lalu mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat Nabi Muhammad SAW," ungkap Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitab Fadha'il Ramadhan. Menurutnya, Lailatul Qadar adalah suatu malam karunia Allah yang sangat besar kebaikan dan keberkahannya.

Dengan kata lain, Lailatul Qadar merupakan rahmat Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW agar kualitas amal mereka sama dengan kualitas amal umat terdahulu, meskipun secara kuantitas waktu (umur) untuk meraihnya berbeda. Umat terdahulu membutuhkan 1.000 bulan, sedangkan umat Rasulullah SAW hanya dalam waktu semalam.

MENCARI LAILATUL QADAR

Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasanal-Quran, menerangkan bahwa kata “Qadar” sesuai dengan penggunaannya dalamayat-ayat Al Qur'an dapat memiliki tiga arti:

Penetapan dan pengaturan. Lailatu Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad-Dukhan [44] ayat 3-5: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.”

Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An'am [6]: 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat.

Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26: “Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).”

Setelah kita memahami makna lailatulqadar, mari kita telusuri waktu dan tanda-tandanya, agar memudahkan kita mencarinya. Tidak ada yang tahu kapan lailatul qadar itu terjadi, kecuali Allah SWT. Hanya saja, melalui sabda Nabi Muhammad SAW, Allah memberikan 3 clue, untuk mempersempit pencarian kita: pertama, pada bulan Ramadhan, kedua: pada sepuluh terakhir Ramadhan, dan ketiga: pada malam ganjil (21, 23, 25, 27, dan 29) sepuluh terakhir Ramadhan.

Aisyah yang mengatakan: "Rasulullah SAW beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hariterakhir bulan Ramadhan”  (HR: Bukhari dan Muslim).

Adapun tanda-tandanya, Rasulullah SAW bersabda: "Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidakdingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yangdilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)" (HR. at-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan), sebagaimana hadits dari Watsilah bin al-Asqo'.

Namun, Dr. Yusuf Qaradhawi mengatakan bahwa semua tanda tersebut tidak dapat memberikan kepastian apakah lailatul qadar itu terjadi atau tidaknya. Sebab, lailatul qadar terjadi bersamaan, sedangkan iklim, cuaca, musim dan suhu udara setiap negeri berbeda-beda.

Terlepas dari perdebatan para ulama tentang tanda-tanda lailatul qadar pada alam, yang jelas kalau kita merujuk kepada Hadis riwayat Aisyah di atas, maka cara kita mencari lailatul qadaradalah melakukan I’tikaf selama sepuluh hari pada akhir bulan Ramadhan.

MENGAJUKAN PROPOSAL HIDUP

Sebelum kita membahas I’tikaf, sebaiknya kita tadabburi ayat shaum berkaitan do’a.

Seorang Arab Badui menemui Nabi MuhammadSAW. Dia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Allah itu dekat sehingga aku meminta kepadanya dengan berbisik, atau Dia jauh sehingga aku harus berteriak ketika berdo'a?"

Nabi SAW diam. Tak berapa lama, turunlah jawaban dari Allah ini: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al-Baqarah[2]: 186)

Ayat ini terletak dalam rangkai ayat shaum Ramadhan. Ini menunjukan bahwa bulan suci Ramadhan merupakan Syahrud Du'a (Bulan Berdo'a), atau “Bulan Pengajuan Proposal Hidup”. Dalam ayat ini ada 3hal yang perlu kita bahas: Allah, do'a dan kematangan.

Pertama, Allah, tempat kita mengajukan do'a atau proposal hidup.

Muhammad Ali Ash-Shubuny dalam kitabnya Shafwahat-Tafasir mengatakan bahwa setelah "wa idza sa-a-laka 'anny" (Apabila hamba-hambaku bertanya tentang Aku), langsung "Fa innyqariib" (Maka sungguh Aku sangat dekat), tanpa ada kata “Qul”(katakanlah!) ini menunjukan Allah itu benar-benar sangat dekat. Allahmendengar setiap kata-kata hamba-Nya; Allah melihat setiap perbuatan hamba-Nya;dan mengetahui apa yang terbetik dalam hati dan otak hamba-Nya. Bahkan Allah lebih dekat dibandingkan dengan urat leher kita (Baca QS. Qaaf [50]:16)

Berbeda dengan ayat yang lain ketika adakata "yas-a-luuna" (mereka bertanya), maka setelahnya selalu ada kata "Qul" (katakanlah!). Sehingga ada jeda dan mengajak hamba-Nya untuk berfikir, merenung, meneliti dan mencari jawabannya. Misalnya, “yas-a-luunaka'anil ahillah” (mereka bertanya tentang hilal), setelah kalimat itu ada kata "Qul" (Katakanlah) hiya mawaaqiitu linnas wal hajji.Atau, kalimat “yas-aluunaka 'anil anfal”, setelahnya juga menggunakankata "qul" (katakan)..., begitu yang lainnya.

Kedua, do'a atau proposal. Dalam ayat ini ada 3kata kunci: da'wata (konten do'a), daa'i (orang yang berdo'a),dan da'aani (saat berdo'a).

Kita ibaratkan berdo'a itu dengan pengajuan proposal. Apa yang menyebabkan sebuah proposal itu diterima dan ditolak? Jawabannya adalah 3 kunci dalam ayat itu:

Proposal (baik tampilan maupun isi proposal). Kalau ada proposal isinya tidak dapat dimengerti, antara latar belakang, dasar pemikiran, tujuan, target, tempat, waktu dan sebagainya tidak jelas, apakah proposal itu akan diterima? Kalau proposal memakai proposal orang lain, atau bekas, atau rusak, apakah diterima?
Pengaju proposal (orang yang mengajukan proposal). Kalau yang mengajukan proposal jelas-jelas penipu atau munafik, apakah diterima? Kalau yang mengajukan proposal tesis anak TK, apakah diterima?

Proses pengajuan proposal (waktu dan tempat proposal). Kalau waktu paling lambat mengajukan proposal bulan Juli 2012 sedangkan kita mengajukan proposal itu bulan Agustus 2013, apakah diterima? Kalau proposal berisi program Menteri Pendidikan, tapi kita ajukan ke Menteri Pertanian, apakah akan diterima?
Begitu juga dengan do'a. Do'a kita harus kita fahami. Kita sebagai orang yang berdo'a harus seperti yang Allah katakan dalam ayat itu: “falyastajiibuli” (penuhilah permintaanku) dan “walyu'minuubi” (dan berimanlah kepada). Kita juga harus memperhatikan waktu ijabah dan tempat ijabah.

Ketiga, kematangan. Fungsi do'a itu adalah kekuatan. Di ujung ayat itu Allah mengatakan la'allakumyarsyuduun. Beberapa orang menerjemahkannya "agar mereka mendapat kebenaran atau petunjuk". Tapi saya memahaminya "supaya mereka mendapatkan kematangan/kemandirian". Sebab, kata rosyada itu, salah satu maknanya, adalah dewasa atau kematangan.

Orangyang memiliki proposal hidup, itu menunjukan dia telah memasuki fase kemandirian, setelah fase tergantung. Sebab, ketika orang sudah menyerahkan proposal kepada Allah, maka dia akan percaya diri dan memiliki kekuatan. Nabi Muhammad SAW mengatakan ad-du'a silahul mu'minin (Do'a itu senjata bagi orang beriman).

Kematanganini cukup memengaruhi apakah proposal kita diterima Allah SWT atau tidak. Andaikan anak kita, berumur 5 tahun, meminta menikah, apakah kita akan mengabulkannya? Jelas tidak! Sebab,dia belum matang atau dewasa menerima tanggungjawab pernikahan. Begitu juga dengan Allah, akan mengabulkan do’a kita bila memang kita sudah pantas untukmenerimanya.

Jadi, selain kita mendekatkan diri kepada Allah, berdo’a dengan baik, maka kita harus memastikan dan memantaskan diri agar Allah memercayai dan menerima permintaan sesuai dengan kapasitas atau ukuran diri kita.

I’TIKAF: EVALUASI & RESOLUSI DIRI

Baik, kembali ke masalah I’tikaf. Tadi sempat kita singgung bahwa agar Allah mengabulkan do’a atau proposal hidup kita, kita harus memerhatikan waktu dan tempat. Dalam ayat shaum, setelah ayat tentang do’a, Allah menjelaskan waktu dan tempat itu. Dalam surat Al-Baqarah[2] ayat 187, yaitu 'akifuuna fil masaajid (kalian i'tikaf di masjid).

I'tikaf berasal dari bahasa Arab, secara bahasa artinnya: menetap, mengurung diri atau terhalangi. Sedangkan secara syar’I, adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan melakukan introspeksi diri.

Dengan demikian, ada 7 hal yang perlu kita perhatikan dalam I’tikaf mencari lailatul qadar ini:
Seluruh aktivitas kita memang harus kita niatkan mencari ridla Allah SWT, termasuk I’tikaf. Agar Allah meridhai kita, maka kita harus mengubah diri: dari yang tidak baik menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain, niatkan I’tikaf ini untuk mengubah diri kita agar lebih baik. Allah tidak akan mengubah diri kita, sebelum kita sendiri memulainya. (Baca QS. Ar-Ra’ad [13]: 11);

Sebelum melakukan I’tikaf, pelajari ilmu I’tikaf dari A sampai Z, baik bertanya kepada ustadz, membaca buku, mendengar CD, menonton VCD, atau sarana apapun yang membahas I’tikaf secara menyeluruh, detail dan tuntas;

Carilah masjid jami’ yang menyelenggarakan I’tikaf dengan program, tempat, dan peserta yang akan mendukung niat kita mengubah diri;

Usahakan I’tikaf itu sempurna 9 atau 10 hari dan kita benar-benar mengurung diri dalam masjid, terhalang dari dunia luar. Kita fokus pada I’tikaf, sehingga suasana otak, hati dan fisik kita benar-benar siap menerima bimbingan, anugrah, dan rahmat Allah berupa lailatul qadar;

Selama I’tikaf itu, selain kita melaksanakan shalat wajib, shalat sunnah, shaum, tilawah, dzikir, dan amaliah mahdhah lainnya, fokuslah kepada dua hal: melakukan evaluasi diri dan resolusi diri. Misalnya, pertama fokus melakukan evaluasi diri, baik berkaitan dengan belajar, bekerja, berkeluarga, maupun yang lainnya. Dari evaluasi itu, biasanya kita akan menemukan kekurangan diri dan kita menyesalinya sehingga kita beristighfar dan bertaubat kepada Allah SWT. Selanjutnya, kedua fokus pada resolusi diri. Biasanya, ketika kita mengakui kesalahan atau kekurangan diri, maka muncullah niat, rencana, janji, atau target untuk memperbaikinya, inilah yang kita sebut resolusi diri. Dan terakhir, membuat rencana pelaksanaannya (action plan) atau manajemen waktu selama satu tahun.

Hasil dari evaluasi diri, resolusi diri, dan rencana satu tahun itu, kita sebut dengan proposal hidup. Dalam proposal hidup itu, setidak bisa menjawab lima pertanyaan ini: apa yang akan kita lakukan, mengapa kita melakukannya, dengan siapa kita melakukannya, kapan dan di mana kita melakukannya, dan bagaimana cara kita melakukannya. Sebaiknya, hasil evaluasi, resolusi dan perencanaan ini, kita tulis, sehingga akan memudahkan kita untuk mengingatnya kembali dan mengetahui apakah kita sukses atau tidaknya. Lalu, selama 10 hari pada waktu I’tikaf itu, ajukan atau berdo’alah kepada Allah SWT, agar semua isi proposal itu dikabulkan oleh Allah SWT;

Setelah kita mengoptimalkan dan memaksimalkan potensi diri kita, baik pikiran (aqal), perasaan (qalbu), dan tindakan (jasad) sehingga kita bias merumuskan proposal hidup dan mengajukannya kepada Allah, selama 11 bulan berikutnya, maka buatlah komitmen (mu’ahadah) melaksanakan isi proposal hidup, sanksi atau hukum diri  (mu’aqabah) apabila kita melanggarnya, bersungguh-sungguh (mujahadah) dalam melaksanakanya, merasakan Allah melihat dan mengawasi (muraqabah) apa yang kita lakukan, dan terus evaluasi (muhasabah) semua resolusi kita itu, baik yang harian, mingguan, dan bulanan.

Dengan melakukan 7 hal tersebut, maka mudah-mudahan Allah mengubah dan mencatat takdir kita lauhul mahfudz sesuai dengan apa yang kita ajukan kepada-Nya. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki. Dan juga akandicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhahhak dan ulama salaf lainnya.

Nah, sudahkah Anda mengajukan proposal hidup kepada Allah SWT? Wallahu a’lam bish shawab.
===

Disadur dari tulisan Udo Yamin Efendi M, Penulis buku QURANIC QUOTIENT: Menggali & Melejitkan Potensi DiriMelalui Quran dan Mudirul‘Am Pondok Pesantren Quran Terpadu (PPQT) DARUL FIKRI Garut.
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih