Wednesday, March 26, 2014

[Kisah Inspiratif]: Hakim Zalim dan Seekor Ayam

Syahdan, ada seorang laki-laki datang membawa seekor ayam yang sudah disembelih ke kedai penjual ayam untuk dipotong-potong.

"Tinggalkan saja ayamnya, nanti setelah seperempat jam pasti selesai dan silahkan diambil". Kata pemilik kedai ayam.

"Baiklah, seperempat jam lagi saya akan kembali mengambilnya". Ujar pemilik ayam.

Di saat pemilik toko memotong-motong ayam tersebut, tiba-tiba datanglah seorang hakim. Dia berkat kepada pemilik kedai:

"Aku ingin membeli seekor ayam!"

Pemilik kedai menjawab:

"Aku tidak memiliki ayam lagi. Yang ada hanya ayam ini, tapi ini pun milik orang lain. Sebentar lagi dia akan datang mengambilnya".

Hakim tersebut berkata:

"Jual saja ayam itu padaku, nanti kalau pemiliknya datang, bilang saja kalau ayamnya sudah terbang".

Pemilik kedai berkata:

"Mana bisa begitu? Dia memberikan ayam ini dalam keadaan sudah disembelih, bagaimana mungkin aku mengatakan bahwa ayam itu terbang?!"

"Dengar saja perkataanku, dan katakan kepadanya seperti itu. Kamu tidak akan bertanggungjawab apa-apa. Biarkan ia mengajukan pengaduan ke pengadilan nanti, jangan pedulikan!" Ujar sang hakim setengah memaksa.

Sambil menyerahkan ayam tersebut, si pemilik kedai berkata:

"Mudah-mudahan tidak ada masalah".

Tidak lama kemudian, pemilik ayam datang menjemput ayamnya. Dia langsung bertanya:

"Mana ayamku? apakah sudah selesai dipotong-potong?"

Pemilik kedai menjawab:

"Sayang sejali... ayammu sudah terbang".

Pemilik ayam itu terperangan, ia berkata:

"Bagaimana mungkin? Kamu waras apa tidak? Ayam itu kan sudah mati disembelih... mana mungkin ia terbang?!"

Percakapan itu berentet menjadi pertengkaran sengit.

Hingga akhirnya si pemilik ayam berkata:

"Aku akan mengadukanmu ke pengadilan. Mari kita pergi menemui hakim, supaya ia mengadili kita berdua. Di sana akan kelihatan kebenaran sesungguhnya".

Keduanya pun berangkat menemui hakim.

Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan dua orang yang sedang berkelahi. Salah seorangnya muslim dan yang satunya lagi seorang yahudi.

Pemilik kedai itu berusaha melerai mereka, akan tetapi karena tidak sengaja, jari telunjuknya menusuk ke mata si yahudi, hingga Yahudi tersebut buta sebelah.

Orang-orang berkumpul mengerubungi pemilik kedai ayam tersebut. Mereka berkata:

"Lihat, inilah orang yang telah menjotos mata yahudi".

Kini, masalah yang ia hadapi menjadi dua perkara.

Orang-orang pun menggiringnya ke pengadilan. Pemilik kedai itu makin kalut, hingga ketika ia hampir sampai di pengadilan, ia pun memutuskan untuk melarikan diri. Orang-orang mengejarnya bersama-sama.

Akan tetapi ia berhasil masuk ke mesjid dan terus naik ke atas menara. Orang-orang pun berusaha menangkapnya.

Karena panik, ia pun meloncat ke bawah, dan tepat menimpa seorang yang sudah tua. Orang tua itupun meninggal seketika akibat ditimpa tubuh pemilik kedai ayam.

Anak orang tua itu pun datang. Ketika ia lihat ayahnya sudah meninggal, ia tidak bisa terima begitu saja. Dia menangkap pemilik toko ayam bersama orang-orang yang ada di sana, kemudian menggiringnya ke pengadilan.

Tatkala melihat pemilik kedai ayam tersebut diseret ke pengadilan, sang hakim yang tadi datang ke kedainya tertawa, ia jadi teringat masalah ayam sebelumnya. Sang hakim tidak tahu bahwa pria itu digiring ke mahkamah bukan hanya karena masalah ayam, tapi ia dituntut dalam tiga perkara sekaligus:

1. Mencuri ayam.
2. Membutakan mata seorang yahudi.
3. Membunuh laki-laki tua.

Ketika hakim sudah tahu duduk perkaranya, ia pun merenung memegang kepalanya tanda memikirkan sesuatu. Sejurus kemudian, sang hakim berkata:

"Mari kita selesaikan perkara ini satu persatu".

Pertama sekali, hakim memanggil pemilik ayam yang menuduhnya mencuri ayam.

"Apa tuntutanmu terhadap terhadap pemilik kedai ayam ini?" Tanya hakim.

"Tuan hakim, orang ini telah mencuri ayamku. Aku menyerahkan ayam kepadanya dalam keadaan sudah mati disembelih. Tapi ia berkata kalau ayam itu terbang. Mana mungkin hal itu bisa terjadi".

Mendengar itu, sang Hakim bertanya:

"Apakah kamu beriman kepada Allah?"

Tentu saja aku beriman kepada Allah". Ujar pemilik ayam.

"Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah Maha Kuasa menghidupkan kembali tulang belulang yang sudah hancur?". Tanya sang hakim.

Mendengar itu, si pemilik ayam pun terdiam. Karena tidak bisa berargumen lagi, ia pun pergi berlalu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Kemudian Hakim memerintahkan untuk memanggil pendakwa kedua.

Saat itu, majulah si Yahudi. Dia pun mengajukan pengaduan:

"Tuan hakim, pemilik kedai ayam ini sudah menjotos mataku. Aku ingin mengqishahnya, biarkan aku juga menjotos matanya sebagaimana ia berbuat kepadaku".

Hakim diam sejenak. Dia berfikir keras. Bagaimana cara menyelesaikanya. Tak lama kemudian, sang Hakim berkata kepada si Yahudi:

"Apakah engkau tahu, bahwa hukuman terhadap kesalahan seorang muslim kepada orang kafir adalah separuh dari ketentuan. Artinya pemilik toko ayam harus menjotos matamu yang satunya lagi, baru kamu bisa menjotos salah satu matanya".

Mendengar itu, Yahudi itu berkata:

"Oh, kalau begitu sudahlah... aku mengalah. Aku tidak menginginkan menuntut apa-apa lagi darinya".

Hakim kemudian memanggil pendakwa ketiga. Maka dipanggillah anak laki-laki tua yang meninggal karena ketiban tubuh pemilik kedai ayam tersebut. Sesampainya di muka Hakim, dia pun mengemukakan tuntutannya:

"Tuan Hakim, orang ini menajtuhkan dirinya ke atas tubuh ayahku hingga ia terbunuh. Aku ingin ia diqishash".

Hakim menundukkan kepalanya sejenak, lalu ia berujar:

"Kalau begitu, hukuman Qishash itu harus serupa. Sekarang, pergilah engkau ke menara mesjid, kemudian kamu meloncat dan jatuhkan tubuhmu ke tubuh pemilik toko ayam ini. Tapi ingat, jangan salah sasaran... kalau kamu salah jatuh, nanti kamu sendiri yang mati".

Mendengar itu, anak mending laki-laki tua itu berkata:

"Kalau begitu aku tidak jadi menuntut. Nanti bila salah jatuh, atau ia menghindar ke kiri atau ke kanan, justru aku pula yang mati".

Mendengar orang itu membatalkan tuntutannya, sang Hakim berkata:

"Nah... bukankah semuanya selesai? Jadi kamu harus faham masalah sekarang. Ayahmu meninggal karena ia tidak menghindar ke arah kiri atau kanan".

Akhirnya, si pemilik kedai ayam itu dibebaskan.

* * *

Alangkah buruknya suatu hukum bila berada di tangan orang-orang yang buruk. Selalu ada celah yang ia manfaatkan dari hukum untuk ia manfaatkan.

Hanya dengan seekor ayam yang diberikan kepada hakim, hukum bisa diperjual belikan.

Dengan celah hukum, ia mengambil keuntungan, memperkaya diri.

Dengan kekuasaan yang ia miliki, ia 'membantu' orang keluar dari masalahnya dengan mempermainkan hukum.

Kepada engkau yang menjadi pejabat dan penegak hukum. Ingatlah, hukummu di dunia ini hanya sementara. Kezaliman hukum yang engkau lakukan akan menjadi siksa abadi yang kekal di akhirat.

( فويل لقاضي الارض من قاضي السماء )

"Celakalah hakim dunia ketika ia nanti diadili oleh hakim langit".
loading...

2 comments:

  1. Ketidaktahuan umat tentang hukum Islam menyebabkannya tidak dapat melawan hakim tersebut.
    Jika umat tahu, dia akan membela agama Allah. dan ingatlah Allah akan menolong hambaNya jika ia menolong agama Allah.

    ReplyDelete
  2. Ketidaktahuan umat tentang hukum Islam menyebabkannya tidak dapat melawan hakim tersebut. dan jika hakim tesebut dibiarkan saja maka dia akan semakin zhalim terhadap kasus-kasus yang lainnya.
    Maka haruslah umat tahu akan hukum Allah. Dan ingatlah Allah akan menolong hambaNya jika ia menolong agama Allah.

    ReplyDelete

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih