Wednesday, October 17, 2018

Penerapan Tingkat Tutur Dalam Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah bahasa dengan penutur terbanyak di Indonesia, bahasa ini digunakan oleh suku jawa yang wilayahnya meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Selain itu bahasa jawa juga digunakan oleh sebagian penduduk di wilayah pesisir Karawang, Subang, Cirebon, Indramayu dan Banten, bahkan sampai ke luar negeri.

Tingkat tutur Bahasa Jawa dibagi menjadi dua yakni ngoko dan krama. Ngoko dibagi menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. sedangkan krama juga dibagi menjadi dua, yaitu krama lugu dan krama alus.

A. Ngoko Lugu
Ngoko lugu adalah ragam pemakaian bahasa jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosa kata ngoko (termasuk kosakata netral). Afiksnya (imbuhan) juga tetap menggunakan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab dan tidak ada usaha saling menghormati.

Contoh :
Jaka mangan sate.
(Jaka  makan sate)

Iwan lagi adus.
(Iwan sedang mandi)

Ragam Ngoko lugu digunakan untuk :
1. Berkomunikasi dengan orang yang kedudukan atau statusnya lebih rendah.
2. Berkomunikasi yang sifatnya umum.

B. Ngoko Alus
Ngoko alus adalah ragam pemakaian bahasa jawa yang dasarnya adalah leksikon ngoko (termasuk leksikon netral), namun juga menggunakan leksikon krama inggil, dan atau krama andhap. Ragam ngoko alus digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab, tetapi diantara mereka ada usaha untuk saling menghormati (Hrdyanto dan Utami, 2001 : 47). Afiks yang digunakan adalah afiks ngoko, kecuali awalan kok-, dan akhiran -mu. Awalan kok- dan akhiran -mu diganti dengan kata panjenengan.

Contoh :
*Bapak mengko arep tindak karo sapa?
"Bapak nanti akan pergi dengan siapa?"
*Bapak dhahar bakso.
"Bapak makan bakso."

C. Krama Lugu
Krama Lugu adalah ragam pemakaian bahasa jawa yang seluruh kalimatnya dengan leksikon krama, afiksnya juga menggunakan bentuk krama, Krama lugu digunakan oleh peserta tutur yang belum atau tidak akrab, misalnya baru kenal. Kaidah pembentukan krama lugu sebagai berikut :
1. Leksikon ngoko yang memiliki padanan dalam leksikon krama, maka diubah menjadi leksikon krama, kecuali yang tidak memiliki leksikon krama, maka tetap menggunakan leksikon ngoko.
2. Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi seandainya memiliki padanan dalam leksikon krama maka diubah menjadi kramai.
3. Afiks ngoko diubah menjadi krama.
4. Leksikon yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan yang memiliki leksikon krama diubah menjadi krama.
Contoh
*Sampeyan sampun nedha, Pak?
"Anda sudah makan, Pak?"

D. Krama Alus
Ragam krama alus adalah bentuk unggah - ungguh bahasa jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama, krama inggil dan krama andhap. Meskipun begitu yang menjadi leksikon inti adalah leksikon yang berbentuk krama. leksikon madya, dan ngoko tidak pernah muncul di dalam tingkat tutur krama alus. (Sasangka, 2004:111)

Hadiwijaya dan Supriya (2001: 98-104) menjelaskan tentang kaidah pembentukan ragam krama alus, sebagai berikut :

1. Leksikon ngoko yang memiliki padanan krama inggil maka diubah menjadi krama inggil , kecuali yang berhubungan dengan diri pribadi tetap menggunakan krama.
2. Apabila leksikon ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil, tetapi hanya memiliki padanan dalam leksikon krama, maka diubah menjadi krama saja.
3. Apabila leksikon ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil atau krama, maka yang dipakai adalah leksikon ngoko.
4. Semua afiks diubah menjadi krama. Misalnya di- menjadi dipun-. Akhiran e- menjadi -ipun.

Contoh :
Ibu sampun dhangan saking gerahipun.
(Ibu sudah sembuh dari sakitnya)
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih