Friday, November 21, 2014

[Kajian Ushul Fiqih]: Pengertian Mashlahah Mursalah, Mashlahah Mu'tabarah, dan Mashlahah Mulghah

Dalam kajian ilmu Ushul Fiqih, pembahasan tentang Mashlahah menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas. Konsep Mashlahah dipercaya membuat hukum Islam menjadi suatu teori hukum yang fleksibel, logis, humanis dan sesuai untuk diterapkan sepanjang masa.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang maslahah, perlu ditegaskan bahwa maslahah yang dimaksud adalah maslahat menurut Allah yang terefleksikan ke dalam setiap hukum syari'at.

Karenanya, tidak jarang dikatakan bahwa ahkam Allah disusun li mashaalih al-khalq (untuk kemashlahatan seluruh makhluk).

Definisi Mashlahah
Secara etimologi kebahasaan, maslahah sama dengan manfaat dari segi maknanya. Maslahah juga berarti kemanfaatan atau pekerjaan yang mengandung manfaat.

Sementara dari tinjauan terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam Al-Gahazali mengemukakan bahwa maslahah pada prinsipnya adalah “mengambil manfaat dan menolak memudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara'

Imam Al-Ghazali memandang bahwa suatu maslahah harus sejalan dengan tujuan syara’, sekalipun hal itu bertentangan dengan tujuan manusia. Hal itu dikarenakan menurut beliau, kemaslahatan yang dikehendaki oleh manusia tidak selamanya didasarkan pada tujuan syara’ yang sebenarnya, akan tetapi lebih sering didasarkan pada kehendak hawa nafsunya.

Oleh karena itu, -masih menurut al-Ghazali- yang dijadikan sebagai patokan dalam menentukan kemaslahatan itu adalah kehendak dan tujuan syara’, bukan kehendak dan tujuan manusia.

B. Jenis-jenis maslahah
Dilihat dari segi kandungan maslahah, para ulama ushul fiqh membaginya kepada :

a. Maslahah al Ammah. Yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak. Kemaslahatann umum ini tidak berarti untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat. Misalnya ulama memperbolehkan membunuh penyebar bid’ah yang dapat merusak akidah umat, karena menyangkut kepentingan orang banyak.

b. Maslahah Khashsah. Yaitu kemaslahatan pribadi dan ini sangat sering terjadi dalam kehidupan kita. Seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang (Al-Mafqud).

Mengetahui kedua pembagian kemaslahatan di atas adalah suatu hal yang sangat urgen, karena berkaitan dengan prioritas mana yang harus didahulukan, ketika terjadi benturan antara kemaslahatan umum dan kemaslahatan yang bersifat indivual. Dalam pertentangan keduanya, Islam mendahulukan kemaslahatan yang bersifat umum dari kemaslahatan pribadi.

Dan dilihat dari segi keberadaan Maslahat itu sendiri, para ahli ushul fiqh membaginya atas tiga bentuk yaitu :

a. Maslahah muktabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syarak. Maksudnya, ada dalil khusus yang menjadi bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut. Seperti dalam kasus peminum khamer, hukuman atas orang yang meminum minuman keras (arak dan semisalnya) dalam hadis Nabi dipahami secara berlainan oleh para ulama fikh, disebabkan perbedaan alat pemukul yang digunakan oleh Rasulullah SAW.

b. Maslahah al Mulghah, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syarak, karena bertolak belakang dengan ketentuan syarak. Misalnya, syarak menetukan bahwa orang yang melakukan hubungan seksual di siang hari bulan ramadan dikenakan hukuman dengan memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin (H.R. al Bukhari dan Muslim).

Terkait dengan kasus ini al-Laits Ibnu Sa’ad langsung menetapkan dengan hukuman berupa puasa dua bulan berturut-turut bagi seorang penguasa yang melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadlan.

Dalam kasus ini, para ulama memandang putusan hukum yang diberikan oleh al-Laits tadi bertentangan dengan Hadits Rasullah di atas, karena bentuk-bentuk hukum itu menurut mereka harus diterapkan secara berurutan.

Oleh sebab itu ulama ushul fiqh memandang mendahulukan puasa dua bulan berturut-turut daripada memerdekakan seorang budak dengan dalil kemaslahatan hukum, merupakan kemaslahatan yang bertentangan dengan kehendak syarak, sehingga dengan sendirinya putusan itu menjadi batal. Kemaslahatan semacam ini, menurut kesepakatan mereka disebut Maslahah al Mulghah dan tidak bisa dijadikan sebagai landasan dalam memproduk hukum.

c. Maslahah yang keberadaannya tidak didukung oleh syara' dan tidak pula ditolak melalui dalil yang detail (rinci). Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi menjadi dua, yaitu :

(1). Maslahah al-Gharibah, yaitu kemaslahatan yang asing, atau suatu kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara', baik secara rinci maupun secara umum. Ironisnya, para ulama ushul fikh sendiri tidak dapat mengemukakan contohnya yang pasti. Bahkan Imam as Syatibi menyatakan, kemaslahatan jenis ini tidak ditemukan dalam praktek, sekalipun ada secara teori.
(2). Maslahah al Mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak didukung oleh dalil syara' atau nash secara rinci, namun ia mendapat dukungan kuat dari makna implisit sejumlah nash yang ada.
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih