Sunday, June 14, 2015

[Manuskrip]: Hubungan Diplomasi Antara Kesultanan Brunei Darussalam dan Jambi

Pelabuhan kota Brunei dalam lukisan tahun 1844.
 [The city of Brunei in c.1844] Frank S. Marryat, 

Borneo and the Indian Archipelago
(London: Longman, 1848). British Library, W7007. - 
Pada abad ke-XVI (enam belas), kerajaan Brunei merupakan salah satu dari negara Melayu dengan pengaruh dan kekuatan terbesar di Asia Tenggara. Pengaruh kerajaan ini membentang sepanjang pantai utara pulau Kalimantan hingga mencapai wilayah utara teluk Manila.

Hanya Sulu lah yang menjadi saingan Brunei saat itu. Sulu memegang kendali di wilayah timur di saat cengkeraman brunei memegang kendali kuat atas politik regional.

Selain Sulu, Brunei juga berjuang keras mengatasi kekuatan kolonial Eropa seperti Spanyol di Filipina. Saingan baru yang muncul kemudian pada abad XIX, yaitu berbagai perusahaan Inggris di Borneo, seperti dinasti Brooke 'White rajah 'di Sarawak, dan perusahaan Chartered di Sabah.

Beberapa waktu lalu, British Library (Harley Ch 43 A 6 ) yang baru saja menerbitkan format digitan Surat Melayu awal dari Brunei yang menguak sejarah periode ketika armada Brunei masih berlayar jauh melampaui pantai Kalimantan.

Surat itu dikirim dari Raja Bendahara Paduka Seri Maharaja Permaisuara Brunei ke 'Senior Kapitan Inggeris', kepala pemukiman perdagangan Inggris di Jambi, di pantai timur Sumatera.

Surat itu dibawa serta oleh utusan atau duta dari Sultan Brunei yang dipimpin oleh tiga pejabat senior, yaitu - Seri Laila Diraja, Seri Setia Pahlawan dan Seri Raja Khatib - ke Jambi.

Secara umum, surat tersebut berisi permintaan untuk membeli sendawa (komponen penting mesiu untuk senjata) dan kain selimut gabar.

Secara fisik, meskipun surat tersebut kondisinya sedikit rusak dan robek, namun surat tersebut masih dapat dibaca dengan baik. dan saat dilaminasi dengan kain kasa, barangkali ada seidikit bagian yang hilang dari lembaran kertas yang mungkin berisi segel kerajaan,

Terpikat oleh lada, perusahaan Inggris, East India Company tiba di Jambi dan mendirikan 'pabrik' atau pos perdagangan pada bulan Oktober 1615. Hal ini berlangsung sampai 1679, ketika pabrik dibakar dan kapten Inggris tewas ketika Jambi diserang oleh Johor.

Dalam surat tersebut, Penguasa Jambi disebut sebagai 'Pangiran Adipati'. Kemungkinan besar, yang dimaksud adalah Pangiran Dipati Anum, yang memerintah Jambi dari tahun 1630 sampai 1661, yang mana beliau mengambil gelar 'Ratu Pangiran' pada saat aksesi anaknya sebagai 'Raja Kecil' di Jambi. Dengan begitu, ada kemungkinan surat tersebut ditulis pada pertengahan abad ke-XVII, yaitu antara tahun 1630 hingga1661.

Dalam kajian sejarawan di Inggris, surat-surat di tanah Melayu menjadi objek kajian menarik. Pada tahun 1898, surat tersebut pernah , diedit dan diterjemahkan oleh WG Shellabear dalam sebuah artikel pentingnya yang berjudul 'Manuskrip tertua Melayu MSS yang sekarang masih ada'.

Namun Shellabear ragu-ragu untuk membaca tulisan beraksara Arab dengan huruf Ba ra nun dan ya tersebut, apakah benar yang dimaksud adalah Brunei yang jaraknya cukup jauh dari Jambi, sehingga ia menyarankan opsi lain uang mengacu pada 'kerajaan Birni' yang kemungkinan bertetangga dengan Jambi

Surat Bendahara kesultanan Brunei kepada 
Kapiten Inggris di Jambi [source: British Library]
Akan tetapi, seperti pertama kali diusulkan oleh Amin Sweeney (1971), tidak ada alasan untuk meragukan bahwa surat ini adalah dari Brunei (paling tidak untuk alasan bahwa tidak ada referensi sama sekali dapat ditemukan ada negara bernama Birni di Sumatera timur).

Meskipun gelar Bendahara untuk pejabat pengadilan paling senior setelah sultan banyak ditemukan negeri-negeri Melayu, maka adanya ungkapan 'Bendahara Paduka Seri Maharaja Permaisuara' semakin menguatkan bahwa surat tersebut memang dari Brunei. Memang, biasanya Brunei penggunaan medial alif di Permaisuara bukannya lebih umum ditemui Permaisura yang manjadi indikasi lain tentang otentifikasi surat tersebut dari Brunei, dan bahkan Shellabear sendiri mengakui bahwa ejaan membali (mmbaly) untuk lebih jamak digunakan daripada Membeli ('membeli') dalam dialek pengucapan orang Brunei. Argumentasi lain adalah bahwa tiga pejabat kedutaan disebutkan dalam surat tersebut semuanya memang dikenal di Brunei.

Awalnya Shellabear berfikir bahwa cukup apabila Brunei datang ke negeri yang jauh seperti Jambi hanya untuk membeli barang-barang mesiu dagangan Inggris, padahal di dekat mereka ada Spanyol yang menjual barang serupa. Namun seperti diketahui bahwa pada abad ke-17,  hubungan Brunei dengan Spanyol tidak baik, di mana keduanya saling bermusuhan, yang mana pada tahun 1647 ada ekspedisi bersama Brunei-Belanda yang menyerang Spanyol (Nicholl 1989: 189) - sehingga membuat perdagangan antara Brunei dengan orang-orang Spanyol sangat tidak mungkin.

Hal lain yang menguatkan keyakinan adalah adanya kata-kata basa-basi di dalam manuskrip tersebut yang menggambarkan hubungan dua negara yang berjauhan tapi dekat dalam kekerabatan. Kata-kata tersebut berbunyi:  (Umpama sebuah negeri Jua adanya).

Memang, ungkapan bebas tersebut juga pernah digunakan dalam surat Brunei tahun 1821, yaitu dari Sultan Muhammad Kanzul Alam kepada William Farquhar, Residen Inggris Singapura yang berbunyi: "... kerana ditunjukan kepada Pikiran beta akan kedua Buldan ITU esa tiada ADA antaranya Maka jadilah keduanya umpama Satu Hamparan , 'Untuk pikiran saya dua negara kita adalah sebagai salah satu, dengan apa-apa untuk memisahkan mereka, seperti tikar tunggal' (Gallop 1995: 224).

"Negeri Brunai dan negeri Jambi" dalam tulisan manuskrip [British Library]

Seperti dua naskah Melayu awal lainnya di British Library dari koleksi Sloane , surat ini diperolah dari perpustakaan Harley dari Earls di Oxford - dan hadir pertama kali di British Museum pada tahun 1753.

Bacaan lebih lanjut:
  • D.E. Brown, Brunei: the structure and history of a Bornean Malay sultanate. Brunei: Brunei Museum, 1970. (Monograph of the Brinei Museum Journal; II.2).
  • A.T. Gallop, Malay sources for the history of the sultanate of Brunei in the early nineteenth century: some letters from the reign of Sultan Muhammad Kanzul Alam.  From Buckfast to Borneo: essays presented to Father Robert Nicholl on the 85th anniversary of his birth, 27 March 1995, eds. Victor T. King & A.V.M.Horton.  Hull: University of Hull, 1995; pp.207-35.
  • Robert Nicholl, European sources for the history of the Sultanate of Brunei in the sixteenth century. Brunei: Muzium Brunei, 1975.
  • W.G. Shellabear, An account of some of the oldest Malay MSS. now extant. Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, 1898, (31):107-151.
Source article an images: http://britishlibrary.typepad.co.uk/asian-and-african/2014/11/an-early-malay-letter-from-brunei.html#sthash.pX813iGL.dpuf
loading...

0 komentar:

Post a Comment

Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih